Sebelum menikah, kegiatan saya setelah gajian adalah memetakan apa yang diperlukan oleh rumah: tagihan bulanan, asuransi orangtua, uang saku adik, belanja bulanan dan kebutuhan makanan, serta menyimpan sedikit-sedikit untuk keperluan Idul Fitri dan keperluan tahunan lainnya.
Setelah memastikan sudah menabung untuk keperluan membayar sekolahnya, baru saya bisa memilah kebutuhan untuk diri sendiri.
Setelah menikah, hal itu tidak banyak berubah. Hanya saja kali ini saya punya rumah tangga sendiri yang juga harus diatur keuangannya, dan adik yang bekerja sudah bertambah satu. Alih-alih sendiri, sekarang kami berembuk berdua kalau ada pengeluaran yang out of hand.
Kadang saya mendengar adik saya curhat soal pengeluaran di rumah, kadang saya curhat nggak bisa ngirim uang lebih.
Kadang kami berbagi rekomendasi tempat jajan kalau sudah pusing. (Yeee)
Yang akrab dengan situasi seperti di atas, tentu bukan cuma saya.
Topik Generasi Sandwich termasuk topik yang “hangat” dibicarakan beberapa tahun terakhir. Sepertinya ini adalah salah satu hal yang banyak dihadapi generasi yang sekarang sedang berada di usia aktif-produktif, alias generasi Milenial.
Penyadaran diri saya sebagai Generasi Sandwich adalah pintu masuk saya menuju pengelolaan finansial yang lebih baik. Kalau nggak punya pengalaman ini, belum tentu saya belajar mengelola keborosan saya yang paripurna, hahaha.
Di artikel ini, saya mau berbagi sekaligus cerita-cerita aja. Lanjut baca di sini, ya!