Apa itu “Inner Peace”?
Itulah pertanyaan yang sering muncul di pikiranku beberapa tahun terakhir.. mungkin karena semakin bertambahnya usia ya? Hehe.. Jujur aku baru mengetahui apa itu dan pentingnya “Inner Peace” setelah sewaktu semester akhir kuliah. (Better late than never right?!). Sebelum aware tentang apa itu Inner Peace, rasanya itu seperti belum menjadi orang dewasa sepenuhnya (haseek haha.. berasa labil gitu).
Anyway, without further ado, let’s dive in to “Inner Peace” talk, shall we?
Ada beberapa definisi dari “Inner Peace” atau dalam Bahasa Indonesia berarti Ketenangan Diri,(secara ringkas, padat, dan jelas ) adalah “A state of being when you have no more feeling of need to become – your content to be, which includes following your divine guidance. However you keep on growing but harmoniously” – Peace Pilgrim
Ketika kita membawa kedamaian di dalam diri kita, kita akan memiliki kemampuan untuk tetap tenang dan gembira setiap saat, terlepas dari keadaan luar, atau apa yang ditawarkan kehidupan kepada kita pada saat tertentu.
Terkadang kita mengimpikan tentang mendapatkan Inner Peace dalam kehidupan kita sehari-hari.. Tetapi terkadang kita juga lupa tentang bagaimana cara untuk mendapatkan Inner Peace dalam kehidupan sehari-hari.
Each one has to find his peace from within. And peace to be real must be unaffected by outside circumstances.”
Emotional limit is a thing, an important thing to be understood. Dalam bahasa Indonesia sendiri berarti “Batas Emosional”. Kita sering merasakan emotional limit, seperti ketika sebelum kita merasa marah atau sedih (menangis).
Dengan memahami batasan-batasan emosional, kita bisa mengerti dan memahami diri kita sendiri. Sejauh mana emosi kita dapat terpancing, terutama oleh faktor-faktor luar. Sehingga, kita bisa lebih mudah untuk berpikir dari berbagai perspektif untuk mencapai Inner Peace.
“Emotional Limit can help us to determine when to take a step back and think differently.”
Apakah kamu juga termasuk orang yang ingin disukai orang lain juga?
Yup, there is a thin line as being a genuinely nice human, and being a people pleaser. Tanpa terkecuali, apapun alasannya, kita harus ingat untuk selalu melakukannya karena diri kita sendiri ingin melakukannya. Menjadi People Pleaser tidak akan pernah ada habisnya.
“We spend most our time in our head, so make sure it’s a beautiful space to live in.”
Selengkapnya ada di TheSpiceToMyTravel.com