Gema takbir berkumandang. Hasil sidang isbat telah diumumkan. Alhamdulillah, hari raya pun tiba. Setelah berpuasa sebulan penuh, merayakan kemenangan sudah pasti dengan rasa bahagia menggelora.
Ada beberapa momen lebaran yang paling berkesan selama saya hidup. Salah satunya adalah momen dimana saya bisa mudik bersama orang tua dengan naik pesawat terbang menuju kampung halaman, yakni Sragen, Solo.
Mudik bareng naik pesawat
Bagi sebagian orang, bisa bolak-balik bepergian naik pesawat terbang adalah suatu hal yang biasa. Bagi sebagian lagi, tentu rasanya istimewa. Selain karena tiket pesawat biasanya juga cukup lumayan, pun mungkin karena momennya yang belum pas. Maka, ketika saya bisa mudik bersama keluarga dan mengajak bapak juga mama untuk mudik bersama, rasanya itu adalah salah satu momen istimewa sepanjang hidup.
Tahun 2017, awalnya kami tidak merencanakan mudik. Karena untuk mudik sekeluarga tentu memerlukan biaya lebih dan persiapan lainnya juga. Saat ini, ketika hidup di rantau, saya baru paham. Mengapa banyak orang bela-belain bisa mudik ketika lebaran? Terlebih bagi seorang perantau seperti kami.
Mudik, ternyata bukan sekedar tradisi pulang ke kampung halaman untuk bisa merayakan Idul Fitri bersama. Lebih dari itu, mudik adalah momen menumpahkan sejuta rindu kepada keluarga dan saudara yang sekian lama ditinggal untuk berjuang di tanah rantau. Mudik adalah saat paling pas untuk bertemu. Selain karena hari libur lebih panjang, juga biasanya ada bonus lebaran yang didapat dari perusahaan tempat bekerja. Maka mudik, memang tradisi penuh cinta khas orang Indonesia.