Lahir di keluarga pedesaan membuat saya lebih suka membuat makanan sendiri daripada jajan di luar. Saya juga bukan tipikal orang yang suka ngemil, karena ketika sudah makan nasi dan merasa kenyang rasanya sudah cukup. Apalagi track record sebagai anak kos yang harus menekan alokasi jajan kepada pos-pos pengeluaran yang lebih penting, semua itu membuat saya mempersempit kesempatan jajan.
Dua tahun belakangan, saya bertemu dengan seorang laki-laki yang kelak menjadi pasangan hidup saya. Ia yang tumbuh besar di kota kecil yang lebih ramai, membuatnya besar dengan budaya yang menormalkan kebiasaan jajan atau sekadar membeli makanan instan. Sehingga, awal pernikahan kami berdua saling menyesuaikan latar belakang kebiasaan ini.