Berjalan beringsut, tangan erat menggenggam dompet kecil di kantong, saya mencoba sekuatnya menyelamatkan isi dompet. Bukan saja dari tangan jahil, tapi juga dari dorongan hati yang ingin memasukan semua pernik unik yang digelar penjual, ke dalam tas dan membawanya pulang.
Melangkah di emperan pertokoan ini, jajaran batik dan berbagai pernak pernik sungguh membuai mata. Senyum ramah perempuan penjual gelang di kiri, sapaan lelaki dari balik tumpukan sendal anyaman dikanan, membuat langkah saya kerap terhenti, meski sejenak.
Di ujung lorong emperan pertokoan, duduk seorang ibu tua, memperbaiki tumpukan pincuk daun pisang. Di hadapannya, kendi kendi berisi sayur nangka muda beraroma manis, ayam dan telur bersantan serta tempe tahu coklat tua. Niat saya hendak melanjutkan langkah. Tapi aroma teh pekat menguar, dan saya serentak berhenti, melepas sendal, duduk bersila di tikar jerami. Semuanya terasa akrab. Ah, baru terasa, betapa rindunya saya pada kota ini.