Pasti temen-temen sudah tidak asing dengan kebijakan yang diadakan untuk can pengantin baru, beberapa hal diantara nya adalah mengikuti Kelas pranikah untuk syarat dapat menikah. Betul, di Indonesia pendidikan pranikah sudah ada dan disediakan Kementerian Agama melalui Kantor Urusan agama (KUA) pada setiap kecamatan, Namun dalam pelaksanaannya pendidikan pranikah belum terlaksana dengan baik, mulai dari waktu pelaksanaannya yang terbatas dan kurikulum yang belum komprehensif, hingga standar pelaksanaannya yang belum berjalan dengan baik.
Mungkin tidak asing lagi bagi kita, banyak yang didapati pasangan yang menikah tanpa mengikuti pelatihan pranikah. Mereka hanya dibekali buku atau ceramah setelah akad nikah. Fenomena ini yang di khawatir kan bagi kualitas pernikahan pada pasangan yang akan mengarungi bahtera rumah tangga tidak dibekali dengan ilmu dan ketrampilan yang dibutuhkan. Oleh sebab itu, banyak terjadi badai pada rumah tangga yang tidak dapat dilalui, berakhir dengan perceraian. Dalam pernikahan, ada banyak ilmu yang harus dipelajari
1. Ilmu Agama
Ilmu Agama, dalam ilmu agama terdapat pembahasan mengenai ibadah, akhlak, fiqih pernikahan dan hukum pernikahan. Dalam hal ibadah, suami adalah imam Ketika shalat dan menjadi panutan dalam keluarga. Suami bak kepala sekolah yang memiliki kebijakan berbasis agama agar rumah tangga dapat berjalan dengan baik. Dalam ibadah anatar kedua belah pihak, baik istri atau suami setidaknya harus memiliki mahzab yang sama, dengan begitu visi misi dalam beribadah seumur hidup dapat sejalan. Dalam agama ada akhlak antara suami dan istri yang mana akan membantu masing-masing memiliki sikat toleransi, kesabaran dan rasa hormat. Begitupun dengan fiqih dan hukum pernikahan, dengan adanya aturan dalam ilmu agama akan membantu menjaga ketentraman kedua belah pihak.
2. Ilmu Psikologi
Ilmu Psikologi, dalam aspek ini ada banyak hal yang perlu ditinjau lebih dalam:
Dalam memulai hubungan pernikahan tentu terdapat Penyesuaian diri dari kedua belah pihak, yang mana sebelumya diterapkan hidup sendiri dengan bantuan orang tua, kemudian harus bersama dengan orang baru yang akan hidup lebih lama untuk namanya pernikahan. Pasti masing-masing merasa perlu menyesuaikan diri, bagaimana Penyesuaian diri dari mulai siap siap tidur bersama, Makan bersama, pergi bersama, memiliki pendapat yang harus di sesuai kan dari dua kepala berbeda, sikap mandiri yang dibawa sebelum menikah, dan Penyesuaian permintaan izin di setiap kegiatan kepada suami.
Pada aspek ini sangat diandalkan oleh pasangan dalam hubungan pernikahan, komunikasi adalah kunci. Setuju kan Bahwa komunikasi adalah kunci, baik hal-hal sepele dan kecil ada komunikasi antara kedua belah pihak adalah penting. Dari sana kita akan memiliki management konflik yang baik untuk menyelesaikan gagasan/tujuan/masalah dari dua pasang kepala yang memiliki background berbeda sebelum terjalin hubungan pernikahan. Komunikasi tidak melulu berbicara masalah ranjang, banyak hal hal yang bisa menjadi bumerang akibat tidak ada komunikasi kedua belah pihak, seperti contohnya, rencana tinggal dimana setalah menikah, istri apakah dapat menerus kan berkarir atau menjaga rumah dan anak, dsb
Tentu dalam hal ini pengambilan keputusan diambil dengan menimbang nimbang perspektif yang paling mendekati keputusan yang paling menguntungkan kedua belah pihak, output dari pengambilan keputusan berlandaskan asas hubungan pernikahan. Tidak ada ego keputusan sendiri atau mengambil langkah sepihak, apapun yang terjadi resiko nya akan dirasakan bersama. Seperti pengambilan keputusan siapa yang akan mengelola keuangan, siapa yang akan mengelola logistik rumah tangga, siapa yang akan menjamin kesehatan keluarga, kendaraan roda berapa yang akan digunakan bersama, apakah perlu adanya rencana jangka panjang untuk sewa rumah/beli rumah.
Pengasuhan anak dimulai sejak rencana konsepsi, mulai dari tahap awal monitoring kesehatan, rencana konsepsi, program hamil, sampai anak yang lahir siapa yang akan mengurus, siapa yang akan menjaga anak, bagaimana tumbuh kembang anak dilalui, sekolah dimana, siapa yang mengajarkan anak, dsb. Semua ini termasuk dalam aspek psikologis yang akan berpengaruh dalam proses pengasuhan.
3. Ilmu Kesehatan
Ilmu kesehatan, dalam aspek ini kita akan membahas perihal kesehatan reproduksi dan gizi, keluarga dan kebugaran tubuh. Usut punya usut Kesehatan mengenai reproduksi bukan sebuah tabu untuk diperbincangkan, sejatinya pernikahan adalah sebuah proses legal untuk melakukan hubungan seksual yang aman dan sehat.
Hal ini Dibahas dalam serba serbi kesehatan reproduksi, mulai dari bagaimana calon Ibu (Istri) mengalami siklus haid setiap bulan yang rutin, bagaimana kadar Hb dan tekanan darah calon Ibu terkendali, apakah dari pihak laki-laki merokok? apakah calon ayah nanti ada kendala masalah produktivitas hormon dan gangguan reproduksi lain, apakah status gizi kedua nya ideal atau bahkan sesuai dengan IMT (Indeks Massa Tubuh) normal, apakah ada gangguan makan baik calon Ibu atau calon ayah. Serta kebugaran yang dapat di tinjau dari aktivitas fisik (kegiatan sehari hari yang banyak bergerak atau Olah tubuh secara aktif) dan latihan fisik (kegiatan olahraga raga yang rutin dilakukan) hal ini semua dapat menunjang Kesehatan dan mencapai keluarga yang bahagia.
4. Ilmu management keuangan,
Ilmu sosial dan budaya, akan mempengaruhi bagaimana adat istiadat masing-masing pasangan, kegiatan sosial lingkungan keluarga, serta budaya yang dibawa masing-masing pasangan. Tradisi tiap keluarga dipengaruhi dengan adat istiadat baik suami atau istri. Tentu anak yang dilahirkan dari budaya minang akan berbeda budaya dan sosialnya dengan anak yang dilahirkan oleh budaya asli Jakarta (orang betawi). Hal ini yang akan menjadi celah untuk dapat mendapatkan masalah. Contohnya saja, keluarga suami misalnya terbiasa makan dengan nasi lembik, dengan istri yang datang dari keluarga yang terbiasa Makan dengan nasi yang agak keras