Remang-remang lampu malam itu, pesta kecil sahabat kita
Awalnya sulit, walau terus melangkah. Bersinggah pada kapal kecil di tengah ramai sorak dan tawa
Giat memberi atensi pada urusan sendiri.
Pukul dua puluh satu
Saat lembayung desa kian bertubi-tubi menderai
dan memaksa mereka tuk menepi di pinggir bahu
Aku menatap langit yang kusam. Bertanya membisu—mengapa tak kunjung usai, sedang bau air membuat pusing dan menggigil kencang.
Tak dijawab—hanya disamping mendekat.
Sudah pukul dua puluh satu,
Saat beribu tangan menusuk daging di perapian. Juga segelintir kuas menoreh warna di wajah-wajah perempuan.
Tak luput pisau tajam tuk membagi roti bolu yang lezat.
Ah, kau pasti ingat!
dan sudah pukul dua puluh satu
Setelah waktu demi waktu tak kunjung bertegur
Hingga separuh lingkar berganti bulat penuh—mulai terisak dalam balutan petaka
Namun tak jua berpaling dari gemercik bintang
pada gradasi irismu yang kelam