Halo friends, weekend kemarin saya pergi nonton Bersama keluarga. Film yang kami tonton memang sebelumnya sudah kami tunggu-tunggu penayangannya. Film dengan judul Tuhan,Izinkan Aku Berdosa yang digarap oleh sutradara kondang yakni Hanum Bramantyo tersebut diadopsi dari sebual Novel dengan judul Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur!. Novel bergenre roman dan fiksi religius tersebut adalah mahakarya dari Muhidin M.Dahlan yang pernah kontroversial. Saat 4 tahun silam saya membaca bukunya, tentu saya belum memiliki pengalaman berfikir seperti sekarang. Ya sekilas memang aneh dari judul serta alur ceritanya, namun semua karya bagi saya sudah luar biasa. Apalagi mas Hanum Bramantyo berhasil menggarap Film dengan rapi dan ciamik untuk menjadi pilihan tontonan pada akhir pekan keluarga. Dunia perfilman Indonesia juga semakin menunjukkan bahwa Indonesia mampu bersaing dengan negara manapun.
Fyi, novel tersebut pernah menuai pro dan kontra di publik. Sekilas dari Judulnya saja Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur! Analoginya seorang hamba minta izin kepada Tuhan untuk menjadi Pelacur. Klangan umat Muslim utamanya terusik dengan novel ini karena dalam agama Islam menjadi pelacur jelas-jelas diharamkan. Jangankan menjadi pelacur, mendekati zina saja tidak diperbolehkan. Dari situ juga banyak asumsi bahwa novel tersebut ditunggangi oleh zionis dibelakangnya.
Novel tersebut menceritakan tentang memoar seorang Muslimah bernama Nidah Kirani yang sedang di fase semangat untuk mempelajari ilmu agama. Ia ingin menghabiskan masa hidupnya untuk menjadi Muslimah yang taat dan jauh dari segala hal yang berbau duniawi. Kiran masuk ke sebuah Jemaah yang katanya akan menegakkan Daulah Islamiyah dengan berharap bertemu orang-orang yang satu visi-misi namun, ia malah mendapatkan pengkhianatan dan kekecewaan tersbesar dalam hidupnya. Ia difitnah, sehingga melarikan diri dari Kumpulan Jemaah tersebut, dikejar-kejar sampai diancam, masalah ekonomi pun melandanya saat sedang menempuh studi. Masalah demi masalah terus berdatangan, tidak ada yang percaya kepada dirinya termasuk orang tuanya sendiri.
Dari situlah kekecewaan dan keasingan Kiran terhadap Tuhan dimulai. Dia marah kepada Tuhan, saat dirinya sudah mengabdikan diri dan taat atas perintah Tuhan tapi dia malah di kecewakan dengan adanya masalah yang bertubi-tubi.
Tragedi keimanannya ini membawa Kiran kedunia baru yang sebelumnya belum pernah ia fikirkan. Dunia kelam yang isinya laki-laki, seks, dan narkoba. Namun pelampiasan Kiran kepada banyak laki-laki justru membuat luka Kiran semakin memar. Kiran banyak dikhinati, disiksa, dan dipermainkan. Mungkin Kiran hanya berfikir bahwa Tuhan menghukumnya, dia lupa bahwa dalam hidup ini penuh ujian. Ujian Kiran terhadap keimanannya.
Tapi namanya novel fiksi, mau kita berlarut dalam ceritanya pun ya tetaplah novel yang tidak bisa nyata adanya. Sebagai pembaca novelnya saya beranggapan bahwa penulis telah berhasil membawa saya ke alam fantasinya. Saya ikut terhanyut dalam cerita yang ia karang. Dan saat 4 tahun silam, saya hanya mempertanyakan ahhhh, masak iya sih ada cerita hidup seorang Perempuan yang sesulit ini? Saya rasa ini hanya ada di novel. Saat itu juga saya belum punya banyak pengetahuan tentang Perempuan, ketimpangan sosial, konflik sosial, dan kekerasan seksual.
Long story short, aku aktif di dalam komunitas-komunitas perempuan, ruang aman bagi perempuan, pendampingan korban kekerasan seksual, dan pemberdayaan perempuan. Aku banyak bertemu dengan perempuan penyintas kekerasan seksual, yang butuh pendampingan untuk terus bangkit dan semangat dari masalah ketimpangan dan konflik sosial pada perempuan. Ternyata yang terjadi kepada Kiran di novel itu ada lo disekita kita. Kiran-kiran lain diluaran sana itu banyak yang mengalami masalah yang sama.
Kemudian, luka yang didapat Kiran dalam novel tersebut menimbulkan sebuah asumsi bahwa Tuhan memang sudah menciptakan laki-laki dan Perempuan dalam kelas yang berbeda. Kecaman Kiran ini berdasar pada kepercayaan kita, bahwa telah tertulis dalam kitabnya Tuhan telah mengancam untuk ememnuhi neraka dengan Perempuan. Padahal pada realitas sosial kita kejahatan banyak dilakukan oleh kaum laki-laki, tindakan kriminal dan anti sosial lainnya. Yang disampaikan oleh penulis ini begitu keterlaluan dalam menarasikan pandangan Kiran. Padahal sebenarnya dalam islam juga sangat memuliakan perempuan. Namun inilah karya, bisa dilihat dari banyak sudut pandang.
Disisi lain sebagai perempuan, saya paham bagaimana perasaan Kiran saat itu. Ada kemarahan, kekecewaan, dan pertentangan batin. Seringkali saya berfikir bahwa feminisme adalah cucu dari patriarki. Sebab, patriarki melahirkan luka, dan luka melahirkan feminisme. Dalam novel dan film tersebut menyajikan banyak kisah perjuangan Kiran seorang perempuan yang berani terus melawan takdirnya. Kiran terus memiliki keinginan untuk menguak orang-orang yang membalut dirinya dengan kebaikan di depan orang. Namun, aslinya memiliki sisi gelap yang sangat tidak memanusiakan manusia.
Apalagi ada orang yang membalut kejahatannya atas nama agama, karena dengan agama masyarakat kita lebih percaya bahwa yang ia lihat itu sudah pasti baik dan benar padahal dibelakang ada banyak keburukan.
Diakhir novel dan film benar-benar menggambarkan betapa sengsaranya Kiran karena laki-laki telah merusak dan melukai diri Kiran sebagai seorang perempuan. Meski pada hakikatnya manusia bukanlah mahkluk monogami, namun menjadikan peremuan sebagai objek pemuas nafsu seksual menurut saya itu kurang ajar.
Kesalahan Kiran adalah tidak menganggap cobaannya sebagai ujian hidup, ia terlalu tergesa-gesa dalam menyimpulkan cobaan. Bahwa yang seringkali salah adalah orang-orang yang mengaku beragama, bukan agamanya. Bahwa yang seringkali salah adalah makhluknya, bukan Tuhannya.