fbpx

Refleksi Prapaskah: Yesus, Ingatlah Aku

2 April, 2023

To the best of your ability and understanding do willingly whatever lies in your power and do not neglect your life of prayer because of dryness and anxiety.

The Imitation of Christ (Thomas a Kempis), Book III, Chapter 7

Terjemahan saya:

“Dengan segenap kemampuan dan pemahaman terbaikmu, kerjakanlah apapun yang berada dalam kekuatanmu, dan jangan meninggalkan hidup doa karena kekeringan dan kecemasan.”

Sebagai mahkota ciptaan, manusia bukan hanya memiliki akal budi, melainkan dibekali juga dengan seperangkat emosi. Emosi, atau perasaan, berperan menyampaikan informasi tentang hal-hal yang terjadi pada diri kita.

Emosi adalah kurir, tetapi kita sering keliru menempatkannya sebagai tuan. Luapan perasaan positif dalam doa kerap kita tafsirkan sebagai bertambahnya iman atau sebentuk lawatan Roh Kudus. Sebaliknya, kita mudah kecewa dan gelisah bila perasaan positif ini tidak lagi menyertai kegiatan rohani kita. Ada kalanya kita tak merasakan apa-apa saat mendaraskan Rosario, mengikuti Misa, membaca Kitab Suci.

Tanpa sadar, kita pun mendefinisikan iman sebagai serangkaian emosi baik belaka. Kita menggantungkan hidup rohani pada kekuatan diri sendiri, yakni seberapa jauh kita bisa memunculkan “rasa syukur”, “rasa tenang”, “rasa dekat dengan Tuhan” itu. Iman menjadi mudah terombang-ambing hanya karena perasaan datang dan pergi.

Tetapi kemajuan hidup rohani bukan bergantung pada seberapa positif perasaan kita, melainkan seberapa besar kita percaya pada kasih Allah dan juga nilai dari doa itu sendiri. Terlepas dari tingkat kekudusan orang yang mengucapkannya, doa pendek dari jiwa yang tulus ternyata mampu menggapai takhta Allah, bahkan ketika kita sedang tidak “merasa bersukacita” (baca: riang gembira).

Kitab Suci mencatat transformasi drastis seorang pendosa menjadi seorang santo terjadi akibat doa: yakni, ketika si pencuri yang bertobat berkata, “Yesus, ingatlah aku.”

Pendek, sederhana, minim perasaan positif, namun penuh kepercayaan dan pengharapan. Si pencuri hanya meminta Yesus mengingat dirinya, dan Yesus memberikan berlipat ganda: pengampunan dosa, kematian yang bahagia, dan kebahagiaan kekal bersama Dia di surga.

Jadi, ketika Tuhan berkenan menjauhkan kita dari perasaan-perasaan positif, ketika kita merasa sulit berdoa dan merenung, ketika kita seolah berjalan sendirian di tengah kekeringan, tetaplah setia dan ucapkanlah dari kedalaman jiwa: “Yesus, ingatlah aku.”

Baca Selengkapnya
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Anna Elissa
Penulis. Psikiater. Penikmat buku.

Halo, !

Categories

More than 3500 female bloggers registered

PT. PEREMPUAN DIGITAL INDONESIA
Cyber 2 Tower 11TH Floor JL HR Rasuna Said Jakarta Selatan

calendar-full
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram