Pertama kali yang aku lakukan setelah melahap habis buku ini adalah merenung. Memikirkan semua yang berkecamuk dalam kepala. Banyak yang sebenarnya ingin aku tanyakan, tapi pesimis dengan jawabannya. Terlebih lagi, enggak tau kepada siapa akan bertanya dan siapa pula yang dapat menjawabnya.
<span;>Di lingkungan aku tinggal, banyak sekali anak kecil. Saban sore dan malam, mereka selalu berisik. Main-main di pekarangan rumah.
<span;>Mereka selalu tampak bahagia, bicara sambil berteriak, saling ejek teman-temannya dan tertawa terbahak-bahak.
<span;>Beberapa kali, memang ada yang menangis, itu karena dijahili kawannya. Menangisnya enggak lama, hanya beberapa menit, setelahnya dia tertawa lagi, terbahak-bahak.
<span;>Sependek pikiranku, begitulah anak kecil. Dia hanya tau apa yang dialami saat itu juga, kalau dijahili menangis, kalau sedang bermain dan senang mereka tertawa terbahak-bahak.
<span;>Seperti tidak ada beban hidup.
<span;>Tapi, anak kecil di dalam novel ini berbeda. Sangat beda. Memang ada beberapa kesamaan. Tapi berbeda.
<span;>Ava, seorang anak perempuan berusia belum 6 tahun. Memiliki ayah yang jahat. Papa-begitu Ava memanggilnya, selalu saja memarahi ibunya dan dia. Melakukan kekerasan verbal hingga fisik. Tak jarang, bocah tadi dibentak, dipukul dan ditampar.
<span;>Ava bertemu dengan P, anak lelaki yang tidak jauh berbeda usia dengannya. Tak hanya umur, nasib mereka pun tak jauh beda.
<span;>P sama saja, punya ayah seperti monster.
<span;>Lalu mereka berdua memutuskan untuk berteman.
<span;>Sambil membaca cerita Ava dan P, aku jadi tau sedikit banyak soal pikiran anak kecil.
<span;>Keingintahuan Ava tentang banyak kata, itu memang benar adanya. Anak-anak, memang selalu penasaran dengan arti setiap kata yang orang dewasa ucapkan.
<span;>Ziggy menulisnya dengan detail.
<span;>Semua pertanyaan Ava dan jawaban P seolah sangat apa adanya. P menjawab semua pertanyaan sesuai dengan apa yang dia ketahui saja. Tidak ditambah dan dikurangi.
<span;>Trauma Mendalam
<span;>Trauma yang dirasakan Ava lebih dalam dibanding P. Mungkin karena P selalu pergi dari papanya. Setiap ayahnya masih di rumah, maka P pergi keluar dan akan kembali ke rumah lagi saat papanya pergi untuk mabuk-mabukan dan bermain judi.
<span;>Tapi Ava tidak dapat melakukan itu, karena ia punya ibu di rumah. Ava selalu bersama ibunya, melihat ibunya dipukul, dibentak oleh ayah kandungnya saban hari.
<span;>Karenanya, Ava menyimpan dendam yang dalam, dia tidak ingin bertemu Papanya lagi dan ingin orang itu mati saja.
<span;>Bunuh Diri
<span;>Hal yang paling bikin gak terima adalah endingnya. Bukan terkejut atau gak sangka. Aku sudah bisa menebak akhirnya bakal begitu. Terlebih dengan banyak spoiler spoiler bertebaran di ranah media sosial X-dulunya Twitter.
<span;>Tapi yang paling enggak bisa dicerna otak merupakan cara Ava dan P menyelesaikan masalah.
<span;>Bunuh diri bukan hal yang benar. Karena tidak benar, maka dilakukan oleh anak kecil?
<span;>Apakah itu maksud Ziggy menulis endingnya?
<span;>Tapi aku juga gak pernah setuju kalau pikiran anak kecil sampai ke bunuh diri.
<span;>Anak-anak di dekat rumah misalnya, jika ada masalah, tidak sesuai dengan yang dia inginkan, maka hanya mengungkapkan itu dengan menangis, paling-paling mengadu ke orang tuanya.
<span;>Enggak berapa lama, saat dia merasa senang lagi, saat dibelikan mainan baru, maka kesedihannya lenyap begitu saja. Lupa dengan apa yang dia alami sebelumnya.
<span;>Hanya sebatas itu yang aku tahu.
<span;>Tapi, dua bocah yang ditulis Ziggy lain dari biasanya.
<span;>Karena gak terima, aku berselancar di internet dan betapa terkejut dengan apa yang aku temukan.
<span;>Dimulai dari pernyataan dari Diyah Puspitarini Komisioner Perlindungan Anak Indonesia, ia sebutkan sepanjang tahun 2023 ada 12 anak yang memilih untuk mengakhiri hidupnya sendiri.
<span;>Memprihatinkan.
<span;>Katanya, banyak faktor sebabkan mereka memilih begitu, pelecehan fisik, kesehatan mental, perundungan, penelantaran dan tekanan ekonomi.
<span;>Beberapa faktor ini, dialami oleh Ava dan P.
<span;>Mereka mengalami penelantaran yang dilakukan oleh orang tua sendiri, tekanan ekonomi dan berdampak pada kesehatan mental.
<span;>Kemudian, baru-baru ini, masih sangat baru, 22 November 2023, seorang anak yang masih menginjak bangku sekolah dasar, ditemukan tewas gantung diri di kamarnya.
<span;>Tak tahu seberapa besar masalah anak ini, tapi sebelum itu, orang tuanya melarang untuk bermain HP.
<span;>Sepele sekali bukan? Tapi berhasil bikin dia tidak bernyawa.
<span;>Banyak lagi yang aku temukan di Google, paling banyak bocah-bocah itu memilih akhiri hidup karena bully pada lingkungan sekolah.
<span;>Setelah berselancar di internet, aku mulai bisa terima ending buku ini. Bahwa, tidak hanya orang dewasa saja yang punya beban hidup. Tidak hanya orang dewasa saja yang ingin bunuh diri.
<span;>Saling Mengerti
<span;>Aku berharap, semua orang dewasa di luar sana mesti membaca Di Tanah Lada.
<span;>Banyak pelajaran yang bisa diambil, kita jadi tau dan dapat menyelami banyak pikiran anak kecil. Bahwa mereka manusia juga, bahwa mereka punya perasaan dan punya trauma yang mendalam.
<span;>Setelah baca, kita jadi lebih mengerti dan menghargai perasaan anak-anak. Bahwa hatinya dapat terluka, mereka punya perasaan yang dapat mencintai bahkan membenci. Mereka punya pandangan hidup dan dapat melakukan suatu keputusan atas hidupnya sendiri.
<span;>Buku ini ditulis oleh Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie dan menjadi pemenang II Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta pada 2014.