kalau dipikir-pikir, sebenarnya Allah jodohkan kita denga mertua itu udah tepat. Kayak saya yang tipe manusia super sensitif. Berjodoh dengan ibu mertua yang sedikit bisa menahan diri untuk enggak menggaplok menantunya yang super malas di matanya ini, hahaha.
Mungkin juga, karena sejak sebelum menikah, saya udah mengukur diri, apakah saya sanggup masuk ke keluarga calon suami dengan sifat sensitif plus introvert ini?.
Alhasil, ketika pacaran dulu, alih-alih ke rumah pacar bantuin di dapur, saya malah sibuk main Playstation sama si pacar di ruang depan. Pas waktu makan, si pacar ke dapur ambilin makan, terus kita makan di ruang depan.
Sungguh kurang ajar kan? hahaha.
Calon ibu mertua dan para calon ipar, khususnya ipar perempuan sih diam aja
.
.
.
Di depan saya! hahaha.
Kalau di belakang saya? nggak usah tanya deh. tapi syukurlah saya tuh termasuk manusia yang enggak peduli apapun yang dibicarakan orang di belakang saya. Selama nggak frontal di depan saya, emang akoh pikirin?.
Hanya calon bapak mertua yang tidak bisa menyembunyikan rasa tidak sukanya kepada saya. Terlihat jelas di wajahnya yang selalu masam ketika saya datang ke rumahnya.
Tapi karena si pacar selalu bisa memilih saya ketimbang keluarganya. Jadinya saya pikir it’s oke sih, insya Allah, dengan dukungan si pacar yang akan menjadi suami, semua akan baik-baik saja.
Dan ternyata, doa saya kepada Allah dikabulkan, ternyata saya berjodoh, menikah dengan si pacar.
Lalu perjuangan pun dimulai.
Luar biasa tantangannya, saya yang introvert, dibesarkan dalam keluarga kecil. Harus masuk ke keluarga suami yang 7 bersaudara.
Awal menikah, tidak ada komunikasi dan kesepakatan yang saya dan suami buat untuk tinggal di rumah mertua. Semua terlihat baik-baik saja sih, tapi saya merasakan kalau mertua tidak begitu, apalagi melihat saya yang memang ketika itu susah berbaur. Jarang bisa membantu di dapur, saya udah takut salah duluan sih, karena beda kultur kan tentang masakan.
Selengkapnya baca di blog parentingbyrey.com tentang tips atasi sakit hati pada mertua