"Ceraikan aku, Mas!" ucap Tifa untuk yang kesekian kalinya kepada Rendi, lelaki yang telah memberikan dua bocah lucu di dalam hidupnya. Lelaki itu mendengus pergi setelah menampar dua kali pipi kanan Tifa. Seketika Tifa terduduk lemas di kasur dan merasakan air liurnya yang asin karena ada noda merah cair di ujung bibir. Berarti ada darah yang mulai mengalir dari bekas tamparan itu. Untung saja kedua anaknya sudah tertidur lelap sehingga tidak melihat kejadian yang menyedihkan itu.
Kejadian ini bukan pertama kali dialami Tifa. Sudah berkali-kali Rendi berlaku kasar dan semena-mena kepada Tifa. Hanya saja, Tifa selalu luluh. Dia memikirkan keadaan kedua anaknya.
Rumah tangga yang telah dibinanya 8 tahun bersama Rendi, seorang lelaki yang dianggapnya sholeh dan sangat gencar memintanya menjadi istri itu akhirnya berada di ambang batas. Tifa merasa gerah dengan perlakuan Rendi. Rendi yang otoriter dan berat tangan saat diminta tolong olehnya. Selama ini Tifa merasa dirinya diperlakukan sebagai budak oleh Rendi. Untuk memakai bedak saja Rendi melarangnya.
Kelanjutannya ada di sini ya.
https://www.lintashaba.com/sastra/cerpen/cerpen-selamat-jalan-tifa