Sore itu hanya ada beberapa pengunjung yang terlihat memenuhi bangku-bangku café. Alunan musik mengisi keheningan ditengah pengunjung yang berkutat dengan laptop dan pikirannya. Sudah menjadi kebiasaanku, seminggu sekali datang ke café ini. Aku akui café ini tidak terlalu besar dengan menu yang nyaris sama sejak tiga tahun yang lalu, hanya ada beberapa tambahan menu saja. Aku memulai ritualku dengan memesan mactha latte, minuman favoritku. Minuman ini menjadi favorit sejak aku menyadari lambungku tak terlalu ramah terhadap kopi. Selesai bertransaksi, aku mencari bangku yang paling nyaman untuk menghabiskan Sabtu malamku disini.
Niatanku datang hari ini adalah untuk membaca buku, sekaligus membiarkan pikiranku liar dengan imajinasi yang seringkali mandek saat hari kerja. Ah, aku juga ingin mengamati orang-orang yang datang ke café ini. Seru saja melihat orang-orang yang terlihat lebih bernyawa saat akhir pekan. Pemandangan yang jarang aku temukan saat hari kerja.
Aku merasa beruntung datang ke café ini sebab aku mendapati satu pemandangan yang begitu menyita perhatianku. Seorang anak perempuan, mungkin kisaran kelas tiga atau empat sekolah dasar, yang tenggelam dalam buku dan pensilnya. Awalnya aku menerka anak perempuan itu sedang belajar. Ya, mungkin orang tuanya ingin mencari udara segar di café tapi sang anak masih punya PR yang harus dikerjakan. Namun, beberapa menit berselang aku menyadari bahwa tebakanku salah. Anak perempuan itu bukan sedang mengerjakan PR, tetapi sedang menggambar. Aku sempat melirik ke arah buku anak perempuan tersebut dan melihat coretan sketsa yang ia buat.