“Ekonomi hanya membuat elit kaya menjadi semakin kaya dan rakyat kecil terus dieksploitasi dan hidup sengsara. Tapi negara selalu mengabaikan aspirasi yang datang dari bawah dan menganggap remeh kemampuan rakyat.” ~ Arok
Hai sobat Blogger Perempuan!
Di pengujung tahun 2023 lalu aku menonton film Indonesia dari sutradara terpercaya Angga Dwimas Sasongko sejak garapannya- Mencuri Raden Saleh lalu, kali ini berjudul 13 Bom di Jakarta (2023) atau 13 Bombs. Film ini tayang perdana di Jogja-NETPAC Asian Film Festival, membawa angin segar di negara kita dengan genre action sejak fenomena The Raid. Dengan beberapa pemeran top seperti Rio Dewanto, Ganindra Bimo, Putri Ayudya, Muhammad Khan, Rukman Rosadi juga tiga artis muda- Chicco Kurniawan, Ardhito Pramono dan Lutesha mampu memperlihatkan potensi dari film ini. Penulisan naskahnya hasil kolaborasi Angga bersama M. Irfan Ramli.
Film 13 Bom di Jakarta (2023) sesuai judulnya berkisah tentang sekumpulan teroris yang mengancam telah memasang banyak bom di beberapa wilayah ibukota Indonesia. Badan Kontra Terorisme Indonesia menyelidiki kasus ini dan mendapati kemungkinan pendiri startup penyedia jasa transaksi bitcoin terlibat di dalamnya. Kedua anak muda tersebut merasa dijebak kemudian berusaha mencari tahu dan secara tak langsung membantu pemerintah.
Bermula dari kesibukan Jakarta yang berjalan seperti biasa, dua orang muda pendiri startup Indodax, penyedia jasa transaksi uang digital berupa bitcoin tengah merayakan keberhasilan mereka mendapatkan suntikan dana berjumlah besar. Namun ternyata ada hal lain yang nantinya mengusik mereka yaitu menjadi yang tertuduh dalam aksi terorisme di Jakarta. Ada aksi peledakan bom di jalan yang menargetkan mobil PERURI, yang anehnya uang di jalan berserakan begitu saja tanpa pelaku ambil. Kemudian muncul video ancaman dari beberapa orang yang memakai topeng pimpinan Arok dengan memegang senjata api. Mereka telah menyebar 13 bom di Jakarta lalu akan meledakkannya setiap 8 jam sekali. Untuk menghentikannya mereka meminta uang tebusan berupa 100 bitcoin yang harus ditransfer melalui Indodax. Itulah kenapa kasus ini menyeret nama Oscar Darmawan dan William Sutanto.
Badan Kontra Terorisme Indonesia atau ICTA pimpinan Damaskus kemudian berusaha mengungkap siapa dalang di balik pengeboman jalanan Jakarta. Dengan bantuan pendiri Indodax yang mentransfer bitcoin ke akun teroris, lalu ketika pencairan dana terjadi, ICTA mengantongi lokasi di mana para pelaku berada. Damaskus mengutus anak buahnya, agen Emil untuk turun ke lapangan dan Karin mengendalikan situasi dari kantor ICTA. Beberapa CCTV sempat di-hack sehingga Emil dan yang lain cukup kesulitan meringkus para teroris. Pada akhirnya Emil menemukan laptop di posisi yang dituju, mereka dijebak dan para teroris justru meledakkan gedung di depan mereka berada, Bursa Efek Indonesia! Ini membuat Damaskus dan yang lain merasa terpukul karena teroris selangkah maju di depan mereka.
Dari sisi sinematografi, film ini cukup baik menyorot pemandangan malam, genangan air yang memunculkan nama Indodax, sampai kejar-kejaran mobil yang asyik. Namun sayang kamera sering bergoyang juga beberapa kali menyorot dekat para pemain sehingga di bagian gelut 1 lawan 1 agak terasa kurang. Tapi aku suka sekali bagian ending dimana kamera memperlihatkan satu demi satu korban dari kedua belah pihak. Adegan itu memiliki banyak rasa bercampur jadi satu. Untuk scoring menurutku bagus peletakannya dalam film, cocok menyatu di tiap adegan.
Film ini memiliki makna mendalam dan menyentil isu sosial yang terjadi di Indonesia, terlebih di bidang finansial. Review lengkap bisa kamu baca di link berikut ya 🙂