Cuplikan berita diterimanya permohonan Boy/Eja, nicknames atlet bulutangkis non-pelatnas Sabar Karyaman Gutama dan M. Reza Pahlevi Isfahani, untuk sparring di pelatnas PBSI muncul di timeline gue kemarin. That was really a great news. Dengan pencapaian mereka melaju hingga semifinal di Indonesia Open hari Sabtu lalu (8/6/24) tentu menjadi pertimbangan tersendiri para pemangku kebijakan untuk menerima permohonan itu. Terlebih mereka adalah satu-satunya wakil Indonesia yang melaju paling jauh dalam ajang bergengsi tersebut.
Punya partner sparring yang bagus sangat penting bagi para atlet. Hal ini dapat membantu mengasah skills dan teknik mereka. Lihat saja Viktor Axelsen, salah satu monster tunggal putra asal Denmark yang ‘goes solo’ dan pindah ke Dubai. Dia niat banget mengundang pemain muda seperti Loh Kean Yew (Singapura), Brian Yang (Kanada), dan Laksya Sen (India) untuk berlatih bersama dan menjadi sparring partners di ‘padepokannya’.
Memahami sepenting itu peranan partner sparring yang bagus membuat gue berpikir apakah orang-orang yang hadir dalam hidup kita sebenarnya adalah sparring partners kita?
Baca juga: Romanticizing Life
Interaksi kita dengan orang-orang yang hadir di sekitar kita memberi banyak warna dalam hidup kita. Semakin intens interaksinya, semakin banyak sisi yang keluar baik dari diri mereka maupun dari diri kita yang menghadirkan beragam dinamika. Ada momen yang membantu kita mengeluarkan sisi terbaik kita, lalu ada juga yang menunjukkan bagian luka atau trauma yang kita tidak pernah tahu dan perlu kita kasihi.
Secara hukum sosial, manusia memang saling berinteraksi satu sama lain dalam bentuk apa pun, di mana pun dan dalam kurun waktu yang kita tidak pernah tahu berapa lamanya. Di antara orang-orang tersebut ada yang tinggal selama semusim, ada yang lebih lama, dan ada juga yang teramat singkat atau bahkan sepintas lalu. Menariknya, campur tangan semestalah yang mengatur terjadinya pertemuan dan interaksi tersebut melalui berbagai kejadian yang acapkali kita sebut sebagai coincidence atau kebetulan. Dari situ, kesadaran setiap individulah yang kemudian mengekstraksi kejadian dari interaksi tersebut menjadi pelajaran dan kemanfaatan bagi dirinya.