Voy a apagar la luz para pensar en ti
Y así dejar volar a mi imaginación
Ahí donde todo lo puedo donde no hay imposibles
Que importa vivir de ilusiones si así soy feliz
“Sungguh. Kau ke mana saja, sih?” kalimat itu begitu saja meluncur dari mulutku sambil kusibakkan rambutnya yang ikal ke belakang telinganya. Ia lekas mengerjap menatapku, menembus gelap. Kurasa dia bingung. Matanya seolah bicara memberitahu ia sedang menerjemahkan kalimatku barusan, kemudian tersenyum. Senyum manis itu.
Wangi perempuan di hadapanku ini menyeruak menggelitik hidungku nikmat. Aku jenuh dengan keseharianku yang bau handschoen lateks dan antiseptik—tapi pertanda bagus karena berarti hidungku tak lagi anosmia. Lambat laun kusadari wangi yang jadi karakteristiknya ini tak lain bunga mawar yang diikuti sedikit aroma peony dengan secercah wangi buah. Entah bagaimana harus kudeskripsikan. Yang jelas, aku hanya ingin menciuminya.