Assalamu alaikum semwaah!
Setelah pemalesan berkepanjangan di tahun 2021, saya nulis lagi nih walau dengan sambil menata kemageran hehehe.
Mumpung masih bulan Syawal 1442, ijinkan saya menghaturkan Selamat Hari Raya Idul Fitri. Mohon maaf jika kemaren pernah mampir tapi belum ada postingan baru. Biarlah ge-er berasa blogger ngetop 😂
Tidak terasa ya, ini kali kedua kita merayakan Lebaran dalam suasana Covid-19. But hey, life goes on. Semoga tahun depan kita masih dipertemukan dengan Ramadhan dan melewatkan suasana Hari Raya di situasi yang lebih baik dari sekarang dan pandemik pun berlalu, aamiin!
Setelah dua tahun dalam pandemik, adakah hobi yang sudah jarang dilakukan namun sekarang digiatkan kembali? Kalau saya; ada!
Selama masa pandemi ini, usai bekerja daring dan kesibukan kegiatan domestik; seringnya yang saya lakukan adalah membaca buku, nonton streaming dan sesekali workout; seringnya gowes bareng suami. Beragam bacaan disambangi, mulai dari buku hingga mencoba ebook. Segala aneka drakor ditonton. Bosan drakor, merambah ke film India. Diantaranya, sesekali saya selingi kegiatan motret dengan inspirasi objek yang ditemukan sehari-hari di rumah agar kepekaannya tidak hilang dan self-learned editing.
Tapi ya begitulah manusia. Over killed melakukan semuanya, lama-kelaman jadi bosan. Akhirnya saya melirik tumpukan pensil warna, spidol beserta cat air yang selama ini terbengkalai. Ada 2 buku adult coloring series yang menanti untuk “dikerjain” 😄
Setelah sekian lama, saya menemukan kembali keasikan mewarnai. Disertai alunan soft music, I could drawn myself with color for hours! Asiknya maksimal. Saking semangatnya, dalam semalam saya pernah menyelesaikan dua halaman!
Perpaduan musik dengan warna, membuat saya relaks namun tetap konsentrasi di saat yang bersamaan. Berusaha agar tarikan pensil warna tidak melampui garis sementara bidang warna tidak luas merupakan tantangan tersendiri. Walaupun harus konsentrasi, mewarnai tanpa keluar garis tidak akan membuat stres. Bahkan clinical counselor Leslie Marshall mengatakan bahwa aktivitas tersebut dapat membuka lobus frontal otak; yaitu pusat pengaturan dan pemecahan masalah pada otak, dan membut pikiran lebih fokus. Whoaaa…
Setelah seharian memperhatikan angka yang bikin otak ngebul, playful dengan warna yang tidak melibatkan angka ampuh “mengistirahatkan” kepala ini. And I feel good afterward.
Selain melatih kepekaaan akan warna, dengan mewarnai saya merasa lebih kreatif. Bereksperimen dengan warna mulai dari padu-padan warna hingga tabrak warna. Tidak selamanya daun itu hijau, bunga berwarna merah atau pink, gunung berwarna hijau atau laut berwarna biru.
Dalam mewarnai bidang, saya juga juga menggunakan beragam alat pewarna. Untuk mendapatkan efek warna yang lembut, biasanya saya menggunakan pensil warna. Dan memakai spidol agar warnanya lebih tegas. Untuk bidang yang lebih luas, saya coba pakai cat air. Heboh, ya? Saking hebohnya, meja kerja pun jadi berantakan! 😆
Sama halnya dengan pengalaman saya dalam fotografi, aktivitas colouring ini saya jadi terpacu untuk cari tahu teknik mewarnai yang baik. Cara menggoreskan pensil guna mendapatkan hasil arsiran yang sama ternyata itu “sesuatu banget” (meminjam istilah anak sekarang). Karena tebal-tipisnya warna memberikan hasil yang berbeda.
Atau bagaiman memberikan arsiran bayangan guna mendapakan efek dimensi. Kalau yang ini, saya mengingat kembali faktor pencahayaan dalam fotografi. Ternyata masih ada korelasinya ya?
Teknis lainnya adalah pemilihan alat pewarna. Memilih alat tulis warna ini -baik pensil maupun spidol- mengingatkan saya akan memilih lipstik, hahaha. Kenapa?
Karena warna yang terlihat pada bungkusnya belum tentu hasilnya akan demikian. Jika belum dicoba, kita ngga tahu apakah hasilnya sebelum dan sesudah diterapkan pada bidang, apakah akan plek-ketiplek mirip. Karena tak jarang meleset dari bayangan! Alhasil jadi tahu mana merk yang hasilnya sesuai keinginan dan mana yang tidak.
Buat saya, mewarnai jadi mirip fotografi; ada hasil yang membuat saya “puas” dan ada pula yang bisa sampai puas banget! Dari beberapa hasil, level of kepuasannya berbeda.
Gambar dengan kepuasan maksimal seringnya saya pandang-pandang sampai kepikiran untuk dijadikan hiasan dinding. Well, kenapa nggak, yekan?
Walaupun mungkin artinya saya harus merobeknya dari buku Colouring Adult tersebut 😂
Jadi itulah alasan kenapa menyukai colouring adult. Mungkin ada yang menganggapnya “retjeh” tapi colouring adult sudah masuk dalam daftar alternatif kegiatan yang membantu saya melewati periode membosankan semasa pandemi ini.
Salam (tetap) sehat dan jangan lupa prokes!