Sakinah, mawaddah, warrohmah katanya itu impian keluarga bahagia. Tapi bagaimana kalau ternyata masih ada juga perempuan yang tidak cukup bahagia dengan segala ketenangan, cinta, dan keseimbangan? Lalu, ia berusaha mencari-cari kisah bahagia yang direkanya bersama orang lain, meskipun kemudian tiba-tiba saja ada kejernihan perasaan yang merdeka, membuatnya kembali menyadari bahwa pernikahan adalah sebuah ikatan suci yang tidak boleh dinodai dengan perselingkuhan.
Realitas: kejujuran bukan berarti selalu beralasan dengan kejujuran berporsi sama. Laki-laki pun masih tetap punya rahasia yang belum tentu terbagi dengan perempuan yang dinikahinnya. Sementara mau tidak mau, perempuan adalah siput raksasa yang harus berbesar hati menyangga rumahnya meskipun ada satu bagian kecil hati yang mungkin akan terluka. Ini menjadi kisah sepasang suami istri yang melakukan perjalanan untuk menemukan titik bagi setiap pencarian yang terjadi setelah mereka menikah. Bagaimana kalau tetap saja ada titik dua dalam sebuah pernikahan?
***
Dilihat dari sinopsisnya, novel ini menceritakan tentang perselingkuhan. Cerita diawali dari catatan hati seorang istri juga ibu rumah tangga dalam sebuah blog yang menarik perhatian. Tentang kehidupannya yang merasa kosong bagai cangkang. Kisahnya tertuang dalam blog dengan kalimat prosa mendayu, sehingga pembacanya juga ikut teriris. Blog tersebut ternyata menarik perhatian seseorang dari masa lalu. Dari sanalah cerita mereka berkembang.
Hal yang saya suka dari novel ini karena SANGAT RELATE dengan kehidupan saya. HAHAHA. Saya masih menulis blog sampai saat ini, walau bukan dalam bentuk diksi indah tetapi blog bagi saya adalah sebuah terapi jiwa. Entah hanya sekedar menulis review seperti ini, cukup melegakan hati saya. Cerita dalam novel juga dikemas dengan cukup unik, bagai merangkai kepingan puzzle dari berbagai sudut pandang. Sudut pandang penulis blog, pembaca blog dan suaminya dengan alur maju-mundur.
Saya sendiri cukup merasa tercekat dan tersadar karena dengan membaca buku ini seperti membaca kekalutan kisah saya sendiri dalam menjalani biduk rumah tangga. Ibarat satu bantal pun belum tentu dapat menyelami pikiran dan isi hati pasangan. Saya seperti sedang menceritakan isi pikiran saya yang tak dapat dituangkan tetapi tertuang ke dalam novel ini. Bukan. Bukan soal perselingkuhannya ya, hehe. Namun, soal ‘kekosongan’ yang saya rasakan. Saya teringat, dahulu pernah ada seseorang yang membaca puisi-puisi saya ketika saya kalut. Biarlah. Biarlah itu menjadi prasasti dalam kotak kaca.
Baca Selengkapnya
Visit Blog