dea merina
Blog yang berisi review buku, film, tempat wisata, dan makanan. Terkadang saya juga menulis beberapa tulisan seperti prosa, cerpen, dll. Apapun yang ingin saya bagi saya tuliskan di blog. Blog menjadi salah satu media saya bersuara dan berbagi. Menerima kerja sama juga. Terima kasih

✨ Review Novel Anak Semua Bangsa – Pramoedya Ananta Toer ✨

17 July, 2025

Judul: Anak Semua Bangsa
Penulis: Pramoedya Ananta Toer
Halaman: 404
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (GPU)
Genre: Historical Fiction
Harga: Rp180.000
Beli di: sini
Shopee

Aku agak nyesel sebenernya nggak beli buku ini dari lama (sebelum cetakan biru yang ini). Karena sekarang sulit banget cari buku ini. Bahkan mau pinjem di perpustakaan pun susah.

Jadinya aku sewa buku ini online wkwk. Untuk aja ada banyak tempat sewa online hihi

***

Buku kedua dalam Tetralogi Pulau Buru yang banyak menunjukkan betapa bobrok sebuah sistem.

Kalau dalam Bumi Manusia mengisahkan Minke sebagai pemuda terpelajar yang sedang jatuh cinta dan mempertanyakan posisinya dalam masyarakat kolonial, di Anak Semua Bangsa Minke mulai bangkit sebagai pemikir dan penulis yang gelisah akan nasib bangsanya.

Novel ini menunjukkan perkembangan karakter Minke yang mulai membuka mata terhadap realitas penjajahan: ketimpangan sosial, eksploitasi ekonomi, dan manipulasi kekuasaan.

Awalnya aku agak bingung waktu Minke nggak mau nulis pake bahasa Melayu, bahasanya sendiri. Baru aku ngeh kalo ternyata Minke ini awalnya terlalu memuja barat. Di buku ini Minke perlahan bisa lebih melihat bangsanya.

Minke sadar kalau pengetahuan dan pendidikan yang ia peroleh harus digunakan untuk membela kaum yang tertindas. Pertemuannya dengan Khouw Ah Soe di kapal tentang Filipina dan Spanyol juga bikin ia sadar, kalo penderitaan nggak hanya milik pribumi di tanah Jawa, tapi juga dirasakan oleh berbagai bangsa lain yang dijajah.

Melalui surat yang dikirimkan Miriam, aku jadi mikir bisa jadi isi sirat itu adalah jeritan hati dan harapan banyak orang (termasuk Pak Pram) untuk kedamaian semua bangsa.

Di buku ini Pak Pram nggak menjadikan Minke sebagai pahlawan yang langsung tahu apa yang benar dan salah. Tapi sebagai pemuda yang harus belajar dari peristiwa dan orang-orang di sekitarnya, seperti Nyai Ontosoroh, Jean Marais, Kommer, dan Mei.

Pertemuan mereka banyak membuahkan diskusi-diskusi tajam tentang kebebasan pers, identitas nasional, dan perlawanan terhadap kolonialisme digelar tanpa terasa menggurui.

Baca novel ini sangat menyenagkan. Aku jadi makin tahu gimana kekuasaan bisa begitu menindas. Nggak heran, kalo dari keempat buku, novel Anak Semua Bangsa ini katanya yang paling bikin ketar-ketir.

Baca review lengkapnya di Instagramkuu yaa~

Baca Selengkapnya
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Halo, !

Categories

More than 3500 female bloggers registered

PT. PEREMPUAN DIGITAL INDONESIA
Jakarta Selatan, Indonesia

calendar-full
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram