dianti.site- Ayam jantan itu adalah potret paling jujur dari fenomena fatherless.
Dan lucunya atau tragisnya, ini relevan banget sama kondisi sosial Indonesia hari ini.
Sosoknya ada, tapi perannya gak ada
Ayam jantan kalo disuruh ngurus anak? Error 404: parental care not found.
Saking tingginya angka fatherless di negara kita, pemerintah sampai bikin kebijakan ambil rapor anak sama ayah.
Bayangin aja betapa lelahnya sistem, sampai harus bilang:
“Pak… minimal tanda tangan ya,"
Kokok tiap Pagi, tapi Tanggung Jawab Skip
Setiap pagi ayam jantan di kandangku berkokok kayak alarm default HP Android, nggak bisa dimatiin, nggak bisa di-snooze, dan selalu paling berisik padahal kontribusinya belum tentu paling besar.
Dari luar kandang, si ayam jantan kelihatan sibuk banget.
Kayak orang yang update story “kerja kerja kerja” tapi kerjaannya cuma ngopi.
Begitu ayam betina bertelur, realita langsung kebuka.
Betina: bertelur, mengerami, ngasuh, pasang badan
Jantan: “gue awasin dari jauh aja ya”
Aku sampe gemes sekaligus bertanya-tanya:
“Ini sistem parenting-nya siapa yang nyusun?”
Fatherless, Tapi Versi Berkokok
Dalam ilmu perilaku unggas dan fisiologi reproduksi ayam (avian reproductive behavior), ayam jantan memang tercatat sangat aktif secara seksual.
Beberapa studi di bidang poultry science menjelaskan bahwa ayam jantan mampu melakukan perkawinan berkali-kali dalam sehari, tergantung ras, umur, kondisi tubuh, dan ketersediaan betina.
Penelitian klasik dalam jurnal Applied Poultry Research dan Poultry Science menyebutkan bahwa seekor ayam jantan sehat dapat melakukan 5–10 kali kopulasi per hari, bahkan lebih pada sistem pemeliharaan intensif.
Secara fisiologis, hormon testosteron pada ayam jantan mendukung perilaku kawin yang agresif dan berulang.
Tapiii… di sinilah plot twist biologisnya muncul.
Begitu telur keluar dari tubuh ayam betina, peran ayam jantan secara fungsional langsung berhenti.
Dalam literatur etologi unggas, sistem pengasuhan ayam dikategorikan sebagai maternal-only parental care.
Artinya, seluruh tanggung jawab pasca-reproduksi, mulai dari mengerami telur, menjaga piyik, menghangatkan tubuh anak, hingga mengajarkan perilaku makan dibebankan hampir sepenuhnya kepada induk betina.
Artinya ayam jantan tidak ikut mengerami telur, tidak memberi makan piyik, dan tidak memiliki respons hormonal untuk bonding dengan anak
Bahkan, beberapa penelitian observasional (misalnya pada Gallus gallus domesticus) mencatat bahwa ayam jantan dapat bersikap agresif terhadap anak ayam, terutama jika anak tersebut dianggap mengganggu hierarki atau wilayahnya.
Dalam bahasa ilmiah: low paternal investment. Dalam bahasa kandang: “bukan urusan gue.”
baca juga: Merpati vs Patriarki, Cuma Mau Ngasih Makan Tapi Malah Kena Pencerahan Spiritual
Sementara itu, ayam betina mengalami lonjakan hormon prolaktin yang memicu naluri mengeram dan mengasuh.
Dia kerja lembur biologis tanpa cuti.
Ayam jantan? Tetap makan, tetap eksis, tetap mondar-mandir di kandang seolah bilang:
“Aku hadir kok… secara visual.”
Dan disinilah konsep fatherless yang sering dibahas dalam ilmu sosial jadi relevan banget.
Fatherless itu bukan selalu soal ayah yang benar-benar tidak ada, tapi ayah yang hadir secara fisik namun absen secara fungsi.
Ayahnya tercatat.
Ayahnya terlihat.
Ayahnya hidup di sistem.
Tapi dalam praktik pengasuhan?
Dia cuma jadi background NPC, ada di layar, tapi nggak bisa diajak interaksi.
Dan ironisnya, ini bukan cuma fenomena sosial manusia modern.
Ini pola biologis yang sudah lama terjadi di kandang ayam.
Negara Sampai Capek, Ayam Betina Apalagi
Kadang aku mikir, kebijakan publik yang mendorong keterlibatan ayah itu lahir karena negara udah capek.
Capek lihat ibu kerja sendiri, guru koordinasi sama wali murid yang sama terus.
Hingga anak-anak tumbuh tanpa figur ayah yang beneran hadir
Dan ayam betina? Dia capek dari zaman fosil bestiiii tolooooong!
Ayam betina nggak punya privilege “aku lagi fokus diri dulu”.
Begitu telur keluar, hidup langsung berubah jadi:
“oke, sekarang gue single parent by system.”
Dan lucunya lagi, dalam beberapa kasus, ayam jantan malah bisa nyerang anak ayam sendiri kalau merasa teritorinya keganggu.
Aku sampai mikir:
“Ini ayam jantan kok vibes-nya kayak… ah sudahlah.”
Ilusi Kepemimpinan: Jengger Besar, Peran Tipis
Ayam jantan sering disebut pemimpin kandang. Tapi pemimpin versi apa?
Kalau kepemimpinan itu identik dengan banyak suara, tampil dominan, jarang kerja domestik.
Maka iya, ayam jantan menang.
Tapi kalau kepemimpinan itu adalah ambil beban, ngasuh generasi, turun tangan saat chaos.
Maaf ya… ayam betina yang MVP.
Ayam betina nggak berkokok, tapi tanpa dia, populasi bubar jalan.
Merpati Datang, Patriarki Gak Berlaku
Terus aku nengok ke kandang merpati dan di situ aku cuma bisa bilang:
“Oh… pantes.”
Merpati itu setia, berpasangan, dan dua-duanya ikut mengerami telur.
Plot twist-nya? Jantannya juga nyusuin anaknya.
Iya, pakai susu tembolok (crop milk), fenomena yang dibahas serius di literatur ornitologi dan fisiologi unggas, terutama pada keluarga Columbidae.
Di titik ini patriarki di keluarga merpati auto gak berlaku.
Pantes aja merpati lebih cocok jadi simbol pernikahan daripada ayam.
Bukan cuma karena setia, tapi karena kerja bareng, bukan cuci tangan bareng.
Ayam Jantan, Negara, dan Kesadaran yang Telat
Aku nggak benci ayam jantan, ini bukan artikel cancel culture unggas.
Ayam jantan itu produk sistem.
Sistem yang lama menganggap suara lebih penting dari kontribusi.
Simbol lebih penting dari kerja nyata.
Dan mungkin, kebijakan publik hari ini adalah tanda kita lagi belajar, telat, kikuk, tapi mulai sadar.
Bahwa hadir itu bukan sekadar ada badan.
Hadir itu ada peran.
Kandang Kecil, Realita Sosial
Setiap sore, waktu aku ngasih pakan, aku suka mikir:
“kok dari unggas, aku belajar isu sosial?”
Ayam jantan tetap berkokok.
Ayam betina tetap kerja.
Merpati tetap kolaboratif.
Dan kita? Masih debat di soal parenting, patriarki, feminisme, dan masih banyak lagi di berbagai sosial media.
Mungkin suatu hari, kita nggak perlu lagi kebijakan yang maksa kehadiran.
Karena semua udah sadar, kalo jadi ayah itu bukan status, tapi kerjaan.
Sampai hari itu datang, aku akan tetap berdiri di depan kandang sambil mengamati perilaku sosial hewan peliharaan dan mencari arti kehidupan.
"Alam sudah memberi contoh, unggas berevolusi dalam aspek sosial, kamu mau niru yang mana?"***