“Saya tidak ingin menjadi karyawan lagi. Dari dulu saya memang sudah senang bercocok tanam. Tapi saya takut sama cacing, makanya saya pilih hidroponik,”
NYARIS 7 tahun menjadi staf administrasi di RSUD M Yunus, Bambang Sugianto akhirnya memutuskan untuk resign. Ia tidak ingin lagi “terjebak” dengan aturan jam kerja. Apalagi menjadi karyawan orang. Hatinya tergugah saat menemani istri tercinta Rina, melanjutkan study di Yogyakarta. Hidroponik yang dikelola Bayu, persis di dekat kosan istrinya menjadi ketertarikan Bambang akan dunia tanam menanam bergairah lagi.
Ia melihat celah untuk satu pekerjaan baru yang dapat diusahakan di halaman rumah, serta mengkampanyekan mengkonsumsi sayuran sehat bebas polutan. Tanpa banyak pikir atau takut dengan omongan orang, “masa sarjana jadi petani,” alumni Fisip Universitas Bengkulu ini mulai mempelajari seluk beluk bertanam dengan hidroponik. Mulai dari memilih bahan baku, meracik nutrisi hingga bagaimana menyusun instalasi yang baik dan hemat budget. Hingga bagaimana pola pemasaran yang tepat. Tak tanggung-tanggung, Bambang pun mencoba mencicipi beragam rasa Selada. Mulai dari selada lokal hingga import. Bambang pun memutuskan untuk menggunakan selada impor Belanda yang dikenal dengan “Bejo”.
Dikatakan Bambang, Orang yang ingin hidup sehat, dia pasti akan mengkonsumsi sayuran hidroponik. Apalagi jika didukung dengan kemampuan ekonomi yang sesuai kantong. Prinsifnya tahu, mau dan mampu. Bambang menghabiskan waktu tak sedikit untuk belajar bertanam hidroponik untuk menghasilkan kualitas sayur dengan ketahanan panen yang baik. Serta kandungan nutrisi yang baik. Ia mengakui, Kota Bengkulu, tanah kelahirannya menjadi peluang pasar yang bagus untuk petani hidroponik.
“Sebelumnya saya sudah senang bertanam. Pilihan saya menjadi petani hidroponik. Sayur hidroponik seperti selada dan baby pokcoy memiliki potensi pasar yang bagus. Apalagi untuk di Kota Bengkulu, pasokan utama selada datangnya dari luar kota,” kata Bambang.
Tak hanya selada dan baby pokcoy, Bambang pun ke depan mulai ingin membudidayakan melon dengan menggunakan bibit dari Korea. Menggunakan brandingnya “Urban Farming : Kandangku”, Bambang menjadi salah satu contoh anak muda di Bengkulu yang mulai beralih pada green jobs.
Apa yang dilakukan Bambang hari ini, senada dengan pernyataan Program Director Coaction Indonesia, Verena Puspawardani, bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang penting jika ekonomi Indonesia mau maju. Jadi jika anak muda tidak terlibat dalam bidang yang akan membawa Indonesia maju, akan sayang sekali, sebagai salah satu bentuk green jobs.
Apa Itu Green Jobs
Sesuai dengan namanya, green jobs merupakan jenis pekerjaan yang layak dan ramah lingkungan. Green Job diartikan sebagai transformasi dari ekonomi, perusahaan, tempat kerja dan tenaga kerja menjadi pekerjaan yang layak, berkelanjutan dan rendah karbon. Tetapi sebesar apapun inovasi dan strategi untuk mempromosikan green jobs hanya bisa terlaksana apabila ada keterlibatan penuh dari pekerja dan juga perusahaan.
Green Jobs adalah pekerjaan layak yang meliputi aspek :
Menurut International Labour Organization (ILO), green jobs menjadi lambang dari perekonomian dan masyarakat yang lebih berkelanjutan dan mampu melestarikan lingkungan, baik untuk generasi sekarang maupun untuk generasi yang akan datang. Jenis pekerjaan ini berkontribusi dalam upaya pelestarian lingkungan. Green Jobs dilatarbelakangi oleh kualitas lingkungan semakin menurun, termasuk berkurangnya sumber daya alam dan tentunya ini menjadi permasalahan serius bagi perekonomian di masa mendatang.
Kenapa Harus Green Jobs ?
Perubahan iklim merupakan salah satu tantangan utama untuk Indonesia. Selain itu Indonesia merupakan negera yang sangat bergantung pada pertanian dan sumber daya alam. Selain itu Pasar global barang dan jasa berwawasan lingkungan saat ini mencapai US$ 1.370 Milyar per tahun. Meskipun pandemi, namun tahun 2020 mengalami peningkatan hingga US$ 2.700 Milyar. Green jobs juga mampu menyerap banyak tenaga kerja
Hasil penelitian yang disampaikan akademisi, Maria Advenita mengatakan nilai kesadaran perubahan iklim pada generasi Z sudah mencapai 80 persen, sayangnya ini tidak berbanding lurus dengan “do something”. Namun jumlah tersebut dapat didorong untuk selaras dengan aksi.
Tingginya kesadaran tersebut, akan menyebabkan perubahan perilaku manusia dalam menjaga lingkungan. Hal ini akan selaras dengan hadirnya pekerjaan-pekerjaan yang menjaga lingkungan dan akan menggantikan pekerjaan yang sifatnya merusak lingkungan. Maria mencontohkan, saat ini Indonesia sedang melakukan diet kantong plastik. Maka, dipastikan jika diet kantong plastik berhasil dilakukan, ke depan pekerjaan disektor packing akan hilang.
Selain itu, ditambahkan Verena Puspawardani mengatakan, saat ini Indonesia memiliki bonus demografi dan itu tidak dimiliki semua Negara. Dimana populasi anak muda di Indonesia mencapai 70 persen. Jika semua anak muda Indonesia turun dan bekerja di sektor green jobs maka diyakini Indonesia akan dapat mewujudkan cita-citanya menjadi Negara maju. (**)