Sebagai perempuan, sering terbersit dalam diri saya bahwa ketika menikah besok, saya ingin pasangan saya membahagiakan saya. Tapi, pasangan–yang kemudian menjadi suami–saya \\\”menolak\\\” permintaan itu. Menurutnya, bahagia adalah tanggungjawab diri sendiri.
Saya masih ingat bagaimana saya merasa marah dan emosi ketika mendengar “penolakan” tersebut. Tapi setelah berdiskusi cukup lama, akhirnya saya mengerti apa yang dimaksud.
There is no such thing like “you are the source of my happiness”.
Kenapa? Karena ketika orang tersebut–orang yang membahagiakan–kemudian pergi, bagaimana nasib kebahagiaan kita? Hilang juga? Apakah kemudian kita jadi tidak bisa bahagia?
Lalu bagaimana dengan frasa “membahagiakan orang lain”? Apakah benar begitu adanya atau..?