Pagi itu, sebelum subuh, aku sudah berada di dalam taksi menuju bandara. Ada janji temu dengan teman lama sekaligus kami akan berlibur bersama ke Pulau Belitung.
Nyawa masih setengah, tapi badan dipaksa bergerak di tengah lalu lalang orang yang membuat suasana bandara makin sibuk. Sewaktu perihal check in dan sholat Subuh sudah ditunaikan, kami mengobrol seputar kabar dan rasa bagaimana antusiasnya kami tentang perjalanan ini sambil menunggu waktu terbang. Maklum, berpergian ke tempat yang baru pertama kali dikunjungi selalu menyelipkan rasa penasaran besar. Meskipun sempat tertunda tiga minggu karena bentrokan jadwal yang tidak bisa kami hindari.
Kami disambut cuaca cerah saat mendarat di bandara H.A.S. Hanandjoeddin International Airport di Tanjung Pandan. Padahal sempat sebelumnya aku mengecek perkiraan cuaca bahwa 80% hari itu akan turun hujan dari pagi hingga malam hari. Tapi ternyata sengatan matahari di bandara yang sebelumnya dikenal dengan nama Bandar Udara Buluh Tumbang membuatku kecewa sekaligus lega. Kecewa karena seharusnya aku membawa topi alih-alih payung dan lega karena kemungkinan agenda kami tidak akan terhalang cuaca mengingat kendaraan yang kami sewa adalah kendaraan roda dua.