Cara Mantan Wanita Karir Tetap Waras Jadi Ibu Rumah Tangga
Saya telah melewati semua fase di atas.
Sejak
memutuskan resign dan menjadi IRT pertama kalinya di tahun 2011 silam (astagaaa udah lama banget yak, hahaha).
Ketika itu nggak terlalu terasa sih stresnya, karena saya akhirnya nggak tinggal di rumah mertua lagi, langsung ikut suami yang ketika itu sedang kerja di proyek jalan tol daerah Jombang.
Dan karena saat itu anak baru satu, suami juga masih peduli banget sama saya, memberikan saya waktu untuk menikmati hari sendiri, masih bisa nonton, setiap weekend diajak jalan-jalan.
Apapun yang saya inginkan dipenuhi, selain keinginan agar kami segera balik ke Surabaya lagi sih, hahaha.
Jadi, masa pertama kali resign, sebenarnya tidak terlalu menyedihkan buat saya.
Ada sih beberapa kali, perasaan sedih dan pengen kembali bekerja, dan bikin saya berkali-kali apply job, lalu interview, lalu kalau diterima, ya ditolak dengan alasan anak nggak bisa ditinggal, *plak! wakakakakakak.
Sampai akhirnya resign kedua, di tahun 2016 silam.
Oh ya, saya kembali bekerja kantoran ketika si Kakak berusia 4 tahun, dan memilih
daycare untuk menitipkan di Kakak.
Nggak lama saya resign, lah kok malah hamil lagi, dan kena hyperemesis sampai bulan ke-7.
Sejak itulah kayaknya saya mulai merasa resign kerja adalah sebuah hal yang nggak banget buat saya.
Karena punya 2 anak, seolah waktu saya bener-bener habis buat urus anak doang, ditambah ekonomi makin sulit, suami yang makin tidak bisa diajak tetap berada di jalur yang kami sepakati sebelumnya.
Dan begitulah, mental saya mulai terasa terganggu sejak itu.
Namun, begitulah Tuhan memberikan sebuah tantangan, pasti lengkap dengan jalan keluarnya.
Semakin lama berputar di arus pikiran yang menyiksa, sampai saya hampir gila.
Malah membuat saya lebih familier dengan para psikolog.
Saya jadi beberapa kali curhat dengan psikolog, baik berbayar maupun enggak, dan dari curhat itulah, saya mulai memilah-milah permasalahan yang saya hadapi, dan mulai menyusun sendiri bagaimana agar saya bisa menjalani hidup dengan lebih tenang dan semangat.
Dan menurut saya, begini cara agar mantan wanita karir workaholic yang menjadi IRT, tetap waras dalam menjalani kehidupannya sebagai IRT atau ibu.
Anak adalah achievement
Ini sangat bertentangan dengan para pakar parenting ya, tapi ini work banget sih buat saya.
Dan tidak berarti yang negatif kok, karena ini tuh lebih ke anak sebagai obyek, yang nggak perlu bertanggung jawab kepada usaha saya.
Ini tentang bagaimana saya menjadikan kehidupan baru saya as a mom sekaligus housekeeper, eh salah housewife, wakakakaka.
Tetap berjalan seru, layaknya kehidupan saya ketika masih kerja kantoran.
Cara satu-satunya ya, dengan membuat target kayak kerja kantoran, dan yang paling memungkinkan dibikinin target ya anak.
Jadi, kalau misalnya di kantor kita biasanya punya target jualan misalnya, atau target lainnya yang intinya target untuk memajukan perusahaan.
Maka saya anggap kalau perusahaan saya sekarang ya anak.
Perusahaan harus berkembang.
Ya sama dengan anak yang harus berkembang.
Baca Selengkapnya
Visit Blog
Untuk seorang wanita karir yang harus memilih meninggalkan pekerjaan di kantor memang perlu untuk segera berdamai dengan diri sendiri, all about mindset. Apapun keputusan kita, kita lah yang harus bertanggungjawab. Semangat buat ibu2 muda yang baru merasakan dunia parenting vs pekerjaan.