Aku tidak tahu bagaimana awalnya kita bisa sedekat ini. Satu hal saja yang aku ingat dari pertemuan kita. Hari itu hujan lebat, aku menunggu hujan reda karena tidak membawa payung di bawah sebuah warung lontong di dekat sebuah sekolah. Aku melewatkan waktu dengan membaca novel karangan Yann Martell yang menjadi pemenang The Man Booker Prize berjudul Life of Pi. Buku di tanganku adalah cetakan ketujuh, sebelumnya aku sudah menonton film-nya di laptop, dibagi oleh seorang teman.
Kau datang, duduk tepat di hadapanku, tanpa menyapa. Kau mengeluarkan sebuah novel juga. Aku sudah baca novel yang kau baca, Zahir karangan Paulo Coelho. Entahlah, meskipun novel itu cukup menarik, aku tidak tertarik dengan gaya sang penerjemah memainkan kalimat dalam novel itu. Kau berteriak kepada pelayan, “Kak, teh panas dua.”