Assalamu’alaykum Diaris.
Menjadi wanita memang tak lepas dari pertanyaan ini, “menjadi ibu bekerja atau ibu rumah tangga?”. Aku juga pernah ditanya hal ini. Dulu jawabanku adalah ingin menjadi wanita karir. Waktu itu usiaku masih 22 tahun baru lulus kuliah, belum ada kepikiran menikah dan punya anak, bahkan pernah juga berpikir bahwa aku nggak mau menikah, apalagi punya anak, nggak kebayang deh gimana sakitnya melahirkan, kalau lihat drama-drama di tv tuh ibu-ibu yang melahirkan sampai jerit-jerit dan melotot, korban sinetron, wakakak.
Tapi ya namanya manusia si mahluk yang sering nggak konsisten, apalagi kan kita sebagai hamba dari Yang Maha membolak-balikan hati, akhirnya punya keinginan juga untuk membina rumah tangga, berkeluarga. Kalau aku sih berawal dari teman-temanku yang satu per satu mulai melepas masa lajangnya, dan aku mulai kehilangan teman jomlo, hehehe, bukan karena mereka menjauhiku ya, tapi aku kadang bingung sendiri kalau lagi kumpul terus mereka yang sudah berkeluarga ini mulai bercerita tentang kehidupan berumah tangga, ditambah lagi dengan kehadiran anak-anaknya yang lucu, uhhhh jadi pengin kan ya.
Semakin berkurang usia, semakin bertambahlah keinginan untuk membina rumah tangga, menikah dan memiliki anak, jika Alloh Swt. menghendaki, apalagi kakakku yang saudara kandung satu-satunya ini sudah bekerluarga yang pasti punya kehidupan sendiri, sedangkan aku masak iya masih nempel terus sama orang tua, kasihan juga kan orang tuaku yang semakin menua harus ketempelan anak bungsunya terus, hehehe. Ditambah lagi mengingat bahwa di dunia ini nggak ada yang abadi, cepat atau lambat, kami semua akan berpisah oleh kematian, siapapun yang lebih dulu, nggak bisa terus bersama-sama. Namun, bukan berarti dengan aku berkeluarga bisa menjamin aku nggak akan kesepian dan nggak akan sendirian di masa tua nanti, ya setidaknya aku akan menambah anggota keluarga baru jika nanti menikah.
“Oh jadi tujuan kamu nikah tuh nyari temen ya, biar pas tua nggak sendiri…”. Bener dong, ya kan agar punya teman hidup, hehehe, walaupun nggak ada jaminan juga bakal meninggal dunia bareng-bareng. Intinya sih menikah buat aku tuh biar punya keluarga aja, punya keturunan, jika Alloh Swt. menghendaki, sebagai ladang ibadah, meski menurutku semua pekerjaan yang diniatkan lillahi ta’aala itu bernilai ibadah, nggak hanya dengan menikah. Namun, menikah itu sebagai penyempurna agama, maa sha Alloh, meski hanya Alloh Swt. yang bisa menilai apakah pernikahan yang kita jalani sudah bernilai ibadah atau belum.
Sebelum menikah aku adalah seorang karyawan swasta dengan gaji yang cukuplah ya untuk menghidupi diri sendiri dan kedua orang tua, bahkan ada lebihnya, aku bisa nabung dan sebagian tabunganku bisa kupakai juga untuk tambahan biaya resepsi nikah. Awalnya aku pengin nikah cukup di KUA aja, hanya mengundang keluarga besar, tapi ya namanya di kampung rasanya nggak afdol kalau nggak ngundang semua tetangga dari ujung ke ujung, nggak ketinggalan juga pakai musik dangdut dan kawan-kawannya, wakakak.