Assalamu’alaykum Diaris.
Siapa nih yang mulai nyicil bikin kue lebaran?. Hari Lebaran semakin mendekat, biasanya kalau nggak berburu baju lebaran, emak-emak pada berburu bahan kue. Mamaku juga dulu kayak gitu, beliau mulai membuat list kue apa yang akan dibuat, lalu belanja bahan-bahannya dulu. Seminggu sebelum lebaran barulah bahan-bahan kue itu dieksekusinya.
Aku yang waktu itu sebagai anak kecil begitu menikmati momen bikin kue lebaran. Momen yang selalu aku tunggu-tunggu, bahkan di hari pertama puasa pun sudah kutanya kue apa yang akan dibuat Mama. Aku suka momen itu karena Mama selalu melibatkan aku dalam setiap proses membuat kue lebaran. Aku jadi ikutan sibuk di dapur menjelang hari lebaran. Momen yang selalu aku rindukan dan sekalinya Mama tak membuat kue lebaran, aku merasa kehilangan separuh momen Ramadan. Semakin berkurangnya usia, Mama emang jadi jarang sibuk di dapur seperti dulu. Tak banyak menu kue lebaran yang dibuat, paling hanya beberapa saja, sisanya beli. Mungkin karena Mama sudah mulai menua kali ya, semangat untuk membuat kuenya mulai berkurang.
Walaupun aku suka membantu Mama bikin kue, tapi bukan berarti aku jadi pandai bikin kue, sampai detik ini setelah menjadi emak-emak pun aku belum pernah membuat kue lebaran karena memang nggak bisa, belum belajar dan belum mencoba. Ditambah lagi setiap lebaran aku selalu mudik ke rumah orang tua dan mertua. Jadi, aku lebih sering menikmati hidangan-hidangan lebaran di sana daripada membuatnya sendiri, hehehe.
Sebenarnya Mamaku juga nggak terlalu mahir dalam membuat kue lebaran yang biasa dibuat oleh kebanyakan orang, seperti Nastar, kastangel, atau Sagu Keju yang sudah menjadi ciri khas kue lebaran. Keluargaku punya menu kue lebaran sendiri yang aku nggak tahu menu-menu itu berasal darimana awalnya karena setiap lebaran selalu ada di meja. Bukan kue sih, lebih tepatnya cemilan lebaran ya.
Mama nggak pernah membuat kue-kue ciri khas lebaran yang sudah kusebutkan tadi. Eh pernah deh sekali Mama membuat Nastar dan Kastangel, dan itu pun bisa dikatakan belum berhasil alias gagal ya. Setelah hari itu, Mama nggak pernah lagi membuatnya, katanya sih ribet deh bikinnya, hehehe. Kalau pun mau, Mama lebih memilih untuk membelinya di tetangga yang kebetulan jualan kue kering. Tapi ya namanya juga produk dagangan, pastilah ada harga ada rasa. Kadang kurang ini, kadang kurang itu sesuai harganya, padahal sebenarnya bapak aku adalah pecinta Nastar. Akhirnya sebagai solusi, Mama meminta tolong ke saudaranya Bapak yang kebetulan pandai membuat nastar. Alhamdulillaah hasilnya bisa diterima di lidah Bapak. Bapak tuh suka Nastar yang nanasnya melimpah ruah, hehehe. Itulah sekilas ceritaku tentang Nastar.