Funiculi Funicula–membacanya saja membuat dahi saya berkerut dan membuat rasa ingin tahu semakin memuncak. Dari judulnya saja sudah dibuat penasaran bukan?
Selain novelnya menarik, setelah membaca novel ini saya menjadi banyak merenung tentang sebuah kesempatan manusia dalam kehidupan ini. Tentang sebuah kesempatan yang tidak mungkin datang untuk kedua kalinya.
Ngomong-ngomong, novel yang akan saya ulas kali ini merupakan karya terjemahan dari seorang penulis asal Jepang. Dia bernama Toshikazu Kawaguchi. Selain sebagai novelis, dia juga penulis skenario dan sutradara.
Penulis yang lahir pada 3 April 1971 ini telah menerima hadiah utama di Festival Teater Suginami ke-10 dari karya drama panggung yakni Before The Coffee Gets Cold. Novelnya tersebut tidak hanya menerima banyak cinta dari para pembaca. Sebab pada tahun 2018 novelnya tersebut dijadikan film loh!
Bagaimana, jadi penasaran enggak dengan kisah dari Funiculi Funicula Before The Coffee Gets Cold karya Toshikazu Kawaguchi ini?
Identitas Buku
Judul Novel : Funiculi Funicula Before The Coffee Gets Cold
Pengarang : Toshikazu Kawaguchi
Penerbit : Penerbit Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : II, Mei 2021
Tebal : ± 224 hlm.
Secara singkat Novel Funiculi Funicula bercerita tentang sebuah kafe bernama Funiculi Funicula yang mempunyai alur waktu untuk membawa seseorang ke masa lalu. Biasanya orang-orang yang ingin menggunakan jasa dari kafe ini adalah orang-orang yang belum menggunakan kesempatannya dengan baik. Dalam hal ini kesempatan bersikap atau kurang menghargai pasangan, keluarga atau kerabatnya.
Kendati dapat membawa seseorang ke masa lalu, tapi tidak sembarangan orang bisa menggunakan kesempatan tersebut. Sebab untuk kembali ke masa lalu mempunyai beberapa peraturan yang harus dilakukan sang pengguna jasa. Jika dari persyaratan itu dilanggar, si pengguna jasa bisa tidak selamat dan menjadi hantu penunggu di sana.
Selain ada beberapa persyaratan, di kafe tersebut si pengguna jasa harus duduk di tempat khusus. Namun sayangnya, kursi tersebut adalah tempat hantu penunggu yang hanya bangun untuk ke toilet sekali dalam sehari. Sehingga seseorang yang ingin ke masa lalu harus menunggu hantu penunggu itu beranjak dari kursinya.
Fyi, seperti yang telah saya jelaskan sebelumnya jika si pengguna jasa melanggar beberapa peraturan ketika kembali ke masa lalu, dia akan menjadi hantu penunggu. Nah, hantu penunggu yang saya maksud adalah dia akan menggantikan tugas dari si hantu penunggu sebelumnya yang duduk di kursi khusus tersebut. Agar tidak menjadi hantu penunggu, mereka harus kembali (dari masa lalu ke masa depan) sebelum kopi yang dipesan menjadi dingin.
Namun beruntungnya, orang-orang yang terdapat dalam novel ini dapat kembali dengan selamat. Kendati pada awalnya, mereka harus berat hati mengakhiri kesempatan kedua bersama orang-orang yang mereka kasihi. You know-lah, pasti berat harus mengakhiri kesempatan tersebut, apalagi jika itu adalah sebuah momen ketika si pengguna jasa harus berpisah dengan orang terkasih.
Dari sekian kisah si pengguna jasa untuk pergi ke masa lalu, ada satu kisah yang begitu menarik perhatian ketika istri pemilik kafe tersebut ingin pergi ke masa depan. Kafe Funiculi Funicula selama ini belum pernah mendapat dan melakukan perjalanan waktu ke masa depan. Mereka, berikut hantu penunggu pun tidak mengerti apakah hal tersebut dapat dilakukan. Namun yang terpenting adalah mereka tidak tahu dampak dan akibat juga hal-hal yang akan terjadi bila melakukan perjalanan ke masa depan.
Namun tampaknya dia begitu gigih untuk pergi ke masa depan. Namanya Kei–istri Nagare yang kadang juga membantu sebagai kasir di kafe. Dia ingin melakukan perjalanan ke masa depan bukan tanpa alasan. Bahkan sangat mempunyai tekad untuk mengetahui masa depan di sepuluh tahun kemudian.
Memangnya apa sih yang membuat Kei menjadi senekat itu?
Sejujurnya ada kisah mengharukan dibalik kisah tersebut. Kei ingin pergi ke masa depan untuk mengetahui apakah dia bisa melahirkan janin yang ada dikandungannya saat ini? Sebab kehamilan Kei begitu menguras tenaganya dan membuat kondisinya semakin melemah.
Di suatu waktu, Kei begitu khawatir. Dia takut tidak bisa menyelamatkan janin tersebut kendati Nagare telah memintanya untuk menyerah untuk mempertahankan janin tersebut. Sebab Nagare harus membuat keputusan dan tidak bisa menyelamatkan keduanya.
Akan tetapi Kei yang begitu menginginkan seorang keturunan, bersekukuh ingin mempertahankan janin tersebut. Walaupun harus merelakan nyawanya sendiri.
Pada awalnya tidak ada yang ingin mendukung keinginan Kei. Sebab orang-orang di Kafe Funiculi Funikula begitu menyayangi Kei seperti saudara. Namun Kazu yang bertugas menuangkan kopi di sana menyemangati Kei, begitu pun dengan hantu penunggu. Alhasil, keinginan Kei untuk ke masa depan tersebut berhasil membuatnya tidur dengan tenang.
Well… bagi saya novel ini happy ending dengan caranya masing-masing. Kendati orang-orang yang datang ke kafe Funiculi Funicula adalah orang-orang yang cukup menyesal karena tidak bisa menggunakan kesempatannya dengan baik. Namun kembalinya mereka ke masa lalu memberikan sebuah kelegaan yang tidak bisa didiskripsikan dengan kata-kata.
Walaupun pada akhirnya, mereka akan tetap berpisah dan merelakan orang paling terkasih. Namun pertemuan untuk kedua kalinya tersebut memberikan satu pembelajaran berharga bagi para pelakunya.
Sama halnya Kei yang pergi ke masa depan untuk bertemu buah hatinya. Sebuah tekad tidak menghianati hasil Kei, kendati harus menukarkan dengan nyawanya. Yups, saat itu Kei berhasil bertemu dengan sang putri yang usianya 10 tahun. Dia juga membantu di kafe Funiculi Funicula sebagai kasir selepas pulang sekolah.
Funiculi Funicula dalam gambaran saya adalah sebuah perenungan yang berharga. Kisah ini memang fiksi, tapi pembelajaran tentang menghargai kesempatan adalah sebuah nilai. Nilai tentang kenyataan hidup, bila manusia harus bisa memanfaatkan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya. Sebab tidak ada Kafe Funiculi Funicula didunia nyata yang kejam ini.