Kebanyakan orang akan berpendapat bahwa seni adalah masalah selera. Bila ada yang suka dangdut, dan tidak suka rock, maka sah-sah saja. Begitu juga yang suka melukis, tapi tidak suka teater. Atau, suka komedi dan tidak suka tragedi. Tapi apakah keindahan bisa dinilai dengan selera yang sangat subjektif itu? Esai yang ditulis David Hume berjudul Of the Standard of Taste (Dari Standar Selera) menyinggung tentang selera estetis tersebut.
Hume menulis tentang adanya “pernyataan faktual” yang bisa dibenarkan, juga bisa disalahkan, karena bisa diuji secara empiris. Tapi, ada pula “pernyataan estetis” yang untuk membenarkan atau menyalahkannya menggunakan metode yang jauh berbeda ketimbang pernyataan faktual. Untuk lebih mengenalinya, lihat kalimat berikut ini:
“Ada sebuah lukisan di ruang tamu, dan lukisan itu sangat indah.”
Pertanyaannya, apakah kalimat ini pernyataan fakta atau sebuah pernyataan estetis. Bila dikaji dengan pendekatan linguistik, rasanya tidak ada yang salah dengan kalimat itu. Masalahnya terletak ketika kalimat itu akan dimasukkan ke kategori pernyataan faktual, ataukah pernyataan estetis.