fbpx

Multipartai Demokrasi Kuatkan Polarisasi Turunkan Legitimasi

6 January, 2023

Oleh: Nurul Rabiatul Adawiyah

Saat ini ada perdebatan yang paling seru menjelang akan diselenggarakan pesta demokrasi yakni persiapan pemilu tahun 2024, tentang bagaimana melanjutkan reformasih di bidang politik dan pemerintahan yang di tujukan akan memperkuat stabilitas negara. Minggu lalu ada 17 parpol yang sekiranya di tetapkan sebagai peserta pemilu 2024 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sedangkan empat lainnya adalah partai baru, beberapa partai dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS). KPU telah melakukan penetapan nomor urut 17 parpol yang lolos sebagai peserta pemilu. (BBC.com, rabu 14/12/22)

 

Adapun 17 parpol yang lolos itu di antaranya adalah PDIP, PKS, PBB, PSI, PKB, Gerindra, Nasdem, Hanura, PAN, PPP dsb urutan dari partai politik nasional dan empat parpol baru adalah partai Adil Makmur (PRIMA), Parsindo, Republik, Republik Indonesia. Keempat partai ini dinyatakan tidak memenuhi syarat walhasil akhirnya penetapan parpol itu menuai aksi dan protes dari partai yang tidak lolos verifikasi.

 

Pertanyaanny apakah dengan bertambahnya partai politik akan mendapatkan keberhasilan edukasi atau justru akan memicu polarisasi politik? Secara logikanya semakin bertahan sebuah pertai politik maka sudah pasti akan semakin beragam visi-misi yang akan diraih oleh setiap parpol. Dan tentu hal ini akan menimbulkan polarisasi antara pendukung setiap partai tersebut. Dalam menetapkan indeks kerawanan pemilu 2024, Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) juga menilai polarisasi sebagai satu di antara pemicu rawannya kondisi saat pemilu. (katadata.co.id, 17/12/2022)

 

Berjubelnya kontestan Pemilu tersebut akan sampai pada mekanisme dalam demokrasi untuk memilih berkoalisi atau oposisi. Yang mengherankan bila banyak parpol memilih koalisi, lalu di mana visi, misi dan prinsip parpol yang dianut sebelumnya? Padahal visi misi itulah sejatinya yang membuat satu partai unik, idealis, berbeda satu dengan yang lainnya.

 

Kalau dalam partai poliik demokrasi memiliki arti bahwa partai politik itu merupakan suatu kelompok yang terorganisasi yang dimana anggotanya memiliki orientasi, nilai dan juga cita-cita yang sama yakni memproleh kekuasaan politik. Tapi ketika idealisme tergadaikan dengan koalisi pada akhirnya legitimasi partai politik perlu di pertanyakan Benarkah parpol yang terbentuk adalah partai yang hakiki atau sekedar sekelompok orang yang sedang berupaya mengais rezeki lewat anggaran dari APBN.

 

Lepas dari itu seharusnya membuat rakyat menanggalkan sikap kritis dan peduli, dan inilah bentuk dari mengakarnya penerapan sistem kapitalis demokrasi pada diri umat, sekularisme telah menggiring umat saat ini pada sikap yang pragmatis demi sebuah materi semata. Sistem politik demokrasi telah menjadikan suara manusia mengalahkan suara tuhan, aturan dan hukum pun muncul dari khendak rakyat jika khendak atau kepentingan rakyat secara mayoritas dapat terpenuhi, maka rakyat akan dapat  mewujudkan kebahagiaan. Apakah dengan demokrasi rakyat benar-benar akan merasa hidup bahagia? Dalam praktiknya di dalam sebuah sistem demokrasi untuk menjadi pemimpin harus melalui jalur partai politik

 

Untuk mendirikan sebuah partai politik diperlukan dana yang sangat besar, untuk melakukan kampanye politik diperlukan dana yang besar pula. Tapi dari mana semua dana itu diproleh? Tidak lain adalah dari para konglomerat atau para pemilik modal yang mempunyai perusahaan besar

 

Nah setelah seorang pemimpin di pilih kepada siapa pemimpin ini akan mengabdi, kepada rakyat atau kapitalis? Jawabannya adalah kapitalis yang telah membiayai partai politiknya, yang telah mendanai kampanyenya sehingga yang sebenarnya yang menjadi pemimpin yang terpilih adalah para pemilik modal tadi sehingga apapun yang diingakan oleh pemilik modal tadi baik iti mengenai UU akan di upayakan oleh pemimpin yang terpilih tadu. Sedangkan rakyat yang memberikan hak suara ditinggalkan. Jadi, jangan heran kenapa setiap kali berbeda pemimpin seolah tidak ada perubahan yang dirasakan oleh rakyat karena sebuah lembaga politik telah dikuasai kapitalis

 

Dalam sistem demokrasi pula sebuah gerakan atau partai politik tersebut berdiri diatas dasar fikrah dan thoriqoh yang masih umum tanpa batasan yang jelas, sehingga muncul kekaburan atau pembiasan. Lebih dari itu fiqroh itu tidak cemerlang, tidak jernih gerakan-gerakan dari parpol itu pula tidak berjalan diatas fiqroh dan thoriqoh yang benar dan belum memiliki kesadaran yang benar sehingga apapun pergerakan dari sebuah gerakan tidak akan pernah bisa membawa perubahan untuk umat (Takatul hal.6-7)

 

Berbeda dengan Islam sebuah gerakan atau partai politik berjalan diatas dasar fiqroh dan thoriqoh yang benar tidak melenceng dari syariat Islam, tujuan dari sebuah gerakan adalah untuk membangkitkan pemahaman umat. Adapun mengenai politik, politik kalau dalam Islam itu adalah mengurusi urusan umat, dalam memilih sebuah pemimpin tidak memerlukan sebuah gerakan atau partai politik seperti demokrasi fungsi sebuah gerakan atau partai politik dalam Islam itu hanya sekedar berkaitan dengan aktivitas amal ma’aruf, tidak ikut membantu urusan negara semisal dalam hal mengatur urusan negara.

 

Dan hendaklah di antara kamu ada golongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS Ali Imran :104)

 

Makna yang dimaksud dari ayat ini ialah hendaknya ada segolongan orang dari kalangan umat ini yang mengemban urusan tersebut, sekalipun urusan itu memang diwajibkan pula atas setiap individu dari umat ini. (Tafsir Imam Ibnu Katsir) Maka, tujuan parpol adalah dakwah kepada Islam, baik dalam konteks menyeru pada yang makruf dan mencegah dari mungkar maupun mengajak non-Muslim agar bersedia memeluk Islam dengan sukarela.

 

peranan partai politik ini adalah untuk melakukan fungsi muhasabah li al-hukkam (mengoreksi penguasa). Inilah fungsi dan peranan yang dimainkan oleh partai politik dalam bingkai negara yang menerapkan Islam kafah. Sebab pemerintahan khilafah, yaitu sistem pemerintahan yang diwariskan Rasulullah saw., bukan malaikat. Penguasanya seorang khalifah yang notabene manusia biasa, tak luput dari khilaf dan lupa.

 

Sedangkan dalam memilih seorang pemimpin dalam Islam tidak memerlukan sebuah gerakan atau partai politk, namun melakukan sebuah bai’at, tidak ada kampanye parpol, tidak perlu mengeluarkan dana untuk sebuah parpol

kepemimpinan dalam Islam itu juga tunggal seorang pemimpinlah yang berhak menetapkan suatu hukum, di dalam Islam tidak mengenal pembagian kekuasaan sebagaimana trias politika dalam demokrasi.

 

Jadi, jika dibandingkan dengan sistem demokrasi sudah tentu yang paling unggul adalah sistem Islam. Pertama sistem Islam itu lebih efesien, sebab dalam menelurkan sebuah produk hukum tidak perlu harus berlarut-larut. Kedua lebih efektif, kalau hukum yang dihasilkan cepat akan lebih efektif sehingga akan dapat digunakan untuk menyelesaikan setiap problematika dengan tepat waktu dan tepay sasaran. Pertanggung jawabannya juga jelas, sebuah aturannya juga tidak pernah merugikan rakyat, tugas pemimpin mengabdi kepada rakyat bukan penguasa.

 

Negara dan parpol dalam naungan syariah kafah bagaikan dua sejoli. Yang satu menjamin penerapan syariah kafah, lainnya sigap mengoreksi, mengawasi dan memberi edukasi. Niscaya negara tegak dengan stabil, aman dan sejahtera.

 

Wallahu alam bi showwab

Previous Post:

PHKMassal Raksasa Digital

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Nurul Rabiatul Adawiyah
Hallo...! Terimakasih telah membaca tulisan-tulisan teh nurul.. mohon kritik dan sarannya di kolom komentar yang bersifat membangun yah😊 Terimakasih.. Salam NRA

Halo, !

Categories

More than 3500 female bloggers registered

PT. PEREMPUAN DIGITAL INDONESIA
Cyber 2 Tower 11TH Floor JL HR Rasuna Said Jakarta Selatan

calendar-full
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram