Sebenarnya drama ini sudah dimulai dari awal-awal menikah dulu. Jadi, saya dan suami itu beda kabupaten/kota walaupun jaraknya gak jauh-jauh amat. Suami di Bandarlampung, sedangkan saya di Lampung Selatan yang notabene luas banget. Parahnya lagi, domisili saya itu di Natar yang artinya itu lumayan jauh dari pusat pemerintahan Lampung Selatan yang ada di Kalianda.
Terbayang kan kalau mau urus dokumen apapun harus ke Kalianda? Saya inget banget kok kalau mau kesana tuh ada beberapa alternatif kendaraan. Kalau gak ada mobil pribadi, bisa naik bus jarak jauh jurusan Bakauheni yang ngetemnya berjam-jam karena nunggu penumpang dulu. Pilihan lain ada pada mobil travel (biasanya pakai mobil pribadi sejenis APV atau Avanza dsb), dengan tarif yang lebih mahal dari bus, juga kadang masih nunggu penumpang sampai penuh.
Hal pertama adalah bertanya ke kecamatan Natar tentang bagaimana untuk mengubah KTP dan pisah KK. Suami yang jalan ke kecamatan dan tanya. Dari kantor kecamatan, kami dikasih formulir kepindahan WNI dan kata petugasnya, ini harus ada tandatangan dari kelurahan setempat.
Oke, saya isi formulir itu (isinya tentang nama, alamat, no KTP, no KK, dll) dan berangkatlah ke balai desa tempat domisili saya. Minta tandatangan dan cap petugas yang berwenang. Saya gak bayar sepeserpun, tapi pas sudah selesai ada sedikit kecanggungan antara saya dan petugas disana. Apakah harus bayar atau memberi uang tip? Karena yang saya tahu, tidak ada bayar apapun sekarang.
Kata petugas di balai desa itu, formulir yang sudah ditandatangani ini sudah bisa dipakai untuk mengurus surat pindah domisili dengan langsung mendatangi kantor dukcapil kabupaten di Kalianda. Poinnya adalah ‘Datang langsung ke kantor Dukcapil’ yang di Kalianda. Oh, baiklah.