dahulu bunda bilang bahwa muram jagat akan tersisih oleh benderangnya cinta yang amat memikat sebab tak semua cucu adam mampu mencicipi dan hanya separuh saja yang berkenan ‘tuk memberi. nasib digurat begitu kontras dan tak selaras, beruntunglah engkau bilamana sebaris nama hendak membawamu berlayar di atas telaga asmara. dengan sungguh-sungguh cinta membuatmu mabuk kepayang lantas meretas pada kelir nan begitu malang.
namun, toh lama-lama juga melengos ke arah tiada. sejatinya keabadian hanyalah milik tuhan semata, sebab tiada kata pantas yang tersemat dalam cinta selain merelakannya ‘tuk kembali berkelana. sial nasibku yang tak mencari tahu sedari awal, semuanya terlanjur membaur menjadi nyeri sebagai tersangka atas sukacita yang terkubur tak kenal dasar.
mampuslah kau, pujangga. cinta yang kau beri dianggap selaku garis tipis belaka. limbung sajalah engkau dengan setangkup harap yang digerus mati nan nihil ‘tuk kembali. serta-merta yang kau dapat tidak lain dan tidak bukan sekadar rasa ngilu yang mau-mau saja dibiarkan menganga. cinta yang kau beri cuma-cuma melambung kelewat jauh jua asing dengan kata batas. afeksi suah beralih menjadi budak pengelana tanpa peta, dengan rungu terlanjur dibuat tuli meski dirajam nasihat klasik perkara patah hati.
waktu telah melumat segalanya. tersesatlah kau dalam belukar khianat yang menyaru sebagai cinta.