Membaca keseluruhan lirik Perpisahan Termanis di atas, membuat saya jadi semakin memaknai, bahwa setiap pelaku kesalahan, ujung-ujungnya akan playing victim, dengan mengatakan bahwa seolah-olah tak mengapa dia yang disalahkan.
Padahal ya emang dia yang salah!
Udah gitu, pakai maksa jangan pernah lupakan pula, jahat amat ya, masa iya korbannya disuruh tersiksa melulu dengan kenangan manis berujung pahit itu? ye nggak?
I know, aneh banget memang saya bahas lirik lagu tersebut, tapi lirik lagu itu, benar-benar merupakan cerminan banyak orang zaman now.
Dia yang secara sengaja melakukan kesalahan, setelah ketahuan bilangnya khilaf, (mana ada orang dewasa yang udah tahu salah dan benar, melakukan kesalahan dengan khilaf?), lalu ketika sulit diterima bilangnya “emang aku yang salah”
Ya memang iya, Bwambang!
Situ yang salah.
Nggak perlu ditegasin lagi, cukup minta maaf dan terima konsekwensinya!
Kata-kata yang menjadikan kalimat bahwa ‘jadikan ini perpisahan yang termanis’, buat saya terdengar bagaikan sebuah kalimat dari seseorang yang egois, yang meleburkan kata ‘maaf’nya ke dalam sebuah paksaan, dengan manipulasi ‘playing victim‘.
Wuih, berat banget dah bahasan saya ini, hahaha.
Tapi emang kenyataannya gitu kan ye.
Baca aja lagi semua liriknya, dan bandingkan dalam kehidupan sehari-hari, ada begitu banyak orang dewasa yang melakukan hal tersebut.
Atau, jangan-jangan kita sendiri juga melakukan hal itu?
Terang-terangan secara sadar melakukan kesalahan, setelah itu minta maafnya pakai alasan sepanjang kereta api.
Apalah guna meminta maaf, harusnya pahami dulu kata ‘maaf’ itu seutuhnya kan ye.
Keramatkan kata maaf! agar maafnya tidak lebih dari sebuah kata biasa.
Selengkapnya klik di sini untuk baca di blog ya 🙂
Baca Selengkapnya
Visit Blog