fbpx

Ramadanku di Rantau Menjadi Momen yang Tak Terlupa

“Ingat waktu di Ranau, ya. Puasa-puasa kita masih aja ngebolang ke kebun dan hutan. Kangen ke sana lagi, ya. Kalian kangen, enggak?”

Kalimat senada seperti itu pernah saya utarakan kepada suami dan anak-anak. Anak-anak menanggapi dengan suka cita, sedangkan suami menanggapi dengan acuh.

“Jadi, Ummi mau pindah ke sana lagi? Silakan,” jawab suamiku dengan sikap biasa aja.

Mendengar ucapannya itu, aku sih agak kesal. Bukan maksudnya mau pindah lagi ke sana. Lah, pindah alias pulang kampung sendiri aja susah, kok mau balik lagi. Malu kan kalau pindah lagi ke sana.

Namun benar loh, Teman-teman. Banyak hal yang telah terjadi di sana. Banyak momen yang tidak terlupakan telah kami dilalui di sana. Semua tidak akan pernah terlupa. Dia akan menjadi cerita tersendiri kelak anak-anak saya dewasa.

Pernah suatu ketika ramadan kami dengan makanan yang seadanya. Anak-anak berbuka dengan kondisi yang ‘darurat’. Namun, saya pikir keadaan seperti itu harus mereka alami. Bahwa tidak selamanya kami merasakan hidangan berbuka dan sahur dengan menu yang beragam.

Miris sih, tapi mau gimana lagi. Kebutuhan yang ada tidak sesuai dengan pemasukan. Alhamdulillah, Allah masih memberikan tanaman sayuran di kebun sehingga untuk mencapai awal bulan atau gajian kami masih ada penyokong yang tidak harus mengeluarkan uang.

Di samping itu, Allah berikan rezeki yang tak terduga dari teman-teman yang baik. Hantaran makanan berbuka dan sayur-sayuran adalah nikmat tersendiri yang tidak terbalaskan di masa-masa sulit itu. Semua kami jalani dengan penuh kesyukuran.

Teman-teman tahu bahwa hidup dirantau, bukan kampung halaman itu memiliki tantangan tersendiri. Setiap langkah kaki kami di sana ada sejarah yang tidak sama dari waktu ke waktu. Saya menyadari bahwa semua yang telajlh terjadi adalah bagian dari hidup kami agar kami tegar dalam menghadapi hidup.

Momen tak terlupakan saat saya dan suami harus berjibaku dengan kondisi keuangan yang carut-marut tanpa diketahui oleh orang tua atau mertua. Kondisi itu membuat kami saling berkomunikasi untuk menjaga agar jiwa tetap tenang dan emosi tidak sering bangkit.

Momen yang sulit memang. Saat melihat hidangan berpuasa, wajah para bocah terlihat lesu. Momen itu bikin hati ini meringis. Rasanya perih dan tercabik. Saya ingin memberikan yang terbaik, tetapi kenyataannya tidak.

Saya bersyukur meskipun beberapa waktu mereka tampak lesu, di saat yang lain mereka kembali ceria. Bahkan mereka bisa menenangkan dirinya sendiri dengan berkata kepada saya.

“Enggak apa, Mi. Alhamdulillah kita masih ada makanan.”

 

Baca Selengkapnya
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Meliana Aryuni
Mari kita menulis! Tuangkan imajinasimu dalam tulisanmu. Berkunjunglah di melianaaryuni.web.id Https://melianaaryuni.wordpress.com

Halo, !

Categories

More than 3500 female bloggers registered

PT. PEREMPUAN DIGITAL INDONESIA
Cyber 2 Tower 11TH Floor JL HR Rasuna Said Jakarta Selatan

tagcalendar-full
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram