Oleh: Nurul Rabiatul Adawiyah
Al-qur’an adalah kitab suci yang diturunkan Allah SWT sebagai pedoman bagi kehidupan manusia, agar tetap berada di jalan yang lurus dalam menghadapi gelombang kehidupan. Sebagai kaum muslim kita tentu meyakini bahwa berbagai macam bencana yang terjadi merupakan ketetapan dari Allah yang harus kita sikapi dengan rida dan sabar. Sebab tidak ada satupun musibah yang terjadi melainkan atas izin Allah.
Begitupun dengan gempa bumi yang terjadi di Turki, Suriah, Lebanon, musibah itu tidak datang dengan sendirinya melainkan atas ijin Allah. Gempa bumi yang terjadi di Turki dan Suriah tahun ini merupakan gempa bumi terdahsyat sepanjang sejarah Turki. Gempa bumi bermagniton 7,8 mampu mengguncang tiga negara yakni Turki, Suriah dan Lebanon. Proses pencarian korban jiwa di Turki-Suriah masih terus berlangsung. Kini jumlah korban meninggal dunia mencapai 12.049, dengan rincian 9.057 di Turki dan 2.992 di Suriah (Kompas.com, 9/2/23).
Akan tetapi Suriah kesulitan menerima bantuan gempa internasional, lantaran negara tersebut tengah menghadapi sanksi Amerika Serikat dan Eropa. Sementara itu Suriah terus menyerukan pencabutan sanksi agar bantuan dapat masuk ke negaranya. Kini negara Suriah tengah membutuhkan sejumlah alat berat, ambulans, serta truk pemadam kebakaran untuk melanjutkan pencarian dan menyelamatkan para korban.
PBB mengadakan sebuah konvoi kecil yang terjadi pada hari Kamis lalu, melintas dari Turki ke wilayah Suriah barat laut yang dikuasai oleh pemberontak untuk memasukan bantuan yang sangat dibutuhkan berupa obat-obatan, selimut, tenda, dan pelengkapan penampungan PBB. Itu merupakan pemasukan pertama yang mencapai daerah tersebut, tiga hari setelah gempa bumi dahsyat menewaskan ribuan orang (VoaIndonesia.com, 9/2/23).
Ternyata tahun ini gempa bumi tidak hanya terjadi di Turki maupun Suriah. Namun bencana ini pun turut melanda sebagian wilayah di Indonesia yakni Jaya Pura, Papua yang dimana wilayah tersebut diguncang lebih dari 1.000 kali gempa sejak awal tahun 2023. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, dalam konferensi pers daring, Kamis sore, mengungkapkan sudah ada setidaknya 1.079 gempa pada periode 2 Januari hingga hari ini, di Jayapura, Papua (CNN Indonesia, 9/2/23).
Akibat gempa di Jaya Pura lebih dari 2.000 orang mengungsi, empat orang meninggal dunia, serta sekitar 55 bangunan rusak akibat gempa 5,4 Skala Richter yang mengguncang kota Jaya Pura. Hasil monitornya BMKG gempa pada pukul 15.28 WIT berpusat di 2.60 LS dan 140.66 BT di kedalaman 10 kilometer (BBC News Indonesia, 10/2/23).
Berbagai gempa yang terjadi akhir-akhir ini menunjukan betapa tidak mudahnya korban mendapatkan bantuan. Bahkan karena adanya sanksi negara barat membuat bantuan menjadi terhambat. Kejadian ini seharusnya membuat kita berpikir bahwan sekat-sekat nasionalisme saat ini menjadi penghalang untuk meluncurkan bantuan di sebagian wilayah kaum muslim dan kebanyakan pemimpin negara lebih patuh terhadap titah Amerika Serikat.
Ikatan nasionalisme ini telah berhasil membuat sekat di antara kaum muslim untuk menolong saudara seakidah. Ikatan nasionalisme ini telah mampu membuat pola pikir umat merosot. Ikatan ini terjadi ketika manusia mulai hidup bersama dalam suatu wilayah dan tidak beranjak dari wilayah lainnya. Saat itu naluri baqo (mempertahankan diri) membuat mereka berperan untuk selalu mempertahankan negerinya tempat yang dimana mereka menggantungkan diri. Dari sinilah cikal bakal munculnya ikatan nasionalisme. Ikatan ini telah membuat kebanyakan umat muslim kurang peduli terhadap musibah yang menimpa saudaranya di negara lain. Karena yang mereka pahami bahwa musibah itu bukan bagian dari tanggung jawabnya. Kalaupun ada negara muslim yang ingin meluncurkan bantuan pasti akan dibuat rumit, seperti yang terjadi di Suriah saat ini. untuk itulah bisa kita katakan bahwa negara saat ini tidak ada yang mampu menjadi pengayom dan memberikan pelayanan keamanan yang baik.
Gempa bumi merupakan terlepasnya energy seismic sehingga menjalar ke seluruh tubuh bumi sebagai gelombag gempa. Bisa juga disebut sebagai pergeseran lempeng bumi baik vertikal maupun horizontal. Islam memandang bahwa kejadian ini merupakan ketetapan Allah yang tidak bisa kita tahan, tetapi Allah SWT mengaruniakan akal kepada manusia untuk berfikir, bagaimana cara mengantisipasi bencana ini agar jika terjadi kembali gempa bisa diatasi dan mengurangi jumlah korban jiwa.
Adapun salah satu upaya yang bisa dilakukan oleh negara adalah membuat bangunan tahan gempa, terutama sarana milik umum, penataan kota khusus wilayah rawan gempa seperti di Jaya Pura Papua. Agar ketika terjadi gempa masyarakat bisa lari ke tempat yang lebih aman. Pemerintah juga tentunya menyiapkan dana yang besar untuk menangggulangi terjadinya gempa. Hal itu menjadi kewajiban bagi negara untuk menjamin keamanan bagi rakyatnya karena negara merupakan pelayan rakyat. Ada sebuah hadits yang mengatakan bahwa,
“imam adalah raa’in atau pengembala dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya” (HR.Bukhari).
Jadi, untuk menanggulangi gempa membutuhkan dana yang besar, sebagai negara wajib untuk menjaminnya. Tapi sayangnya keuangan negara saat ini sangat lemah. Sistem ekonomi kapitalisme telah membuat negara-negara muslim tidak bisa berbuat apa-apa selain bergantung pada negara adidaya. Sumber keuangan hanya bisa bertumpu pada dana pajak dan juga hutang. Walhasil negara tidak siap menghadapi bencana dan hanya bisa menunggu uluran tangan dari wilayah atau negara lain agar bisa memperbaiki keadaan.
Sangat berbeda dengan Islam. Untuk menanggulangi terjadinya gempa bumi Khalifah mengambil dana yang bersumber dari baitulmal berupa harta kharaj, jizyah, fa’i dan ghanimah. Seorang pemimpin dalam Islam memiliki peran dan tugasnya sebagai pemimpin dalam hal mengurusi rakyat. Khilafah dengan sistem ekonomi islam mampu membangun perekonomian yang kuat dengan begitu negara pun mampu membuat bangunan tahan gempa.
Dulu pada masa khalifah Utsmaniyah bangunan-bangunan umum didirikan menggunakan teknologi tahan gempa. Oleh karenanya beberapa bangunan tidak gampang roboh meski di landa dua kali gempa besar. (siyasah syar’iyah jilid 1-2) Sedangkan sekarang teknologi sudah semakin maju dari pada saat masa khalifah Utsmaniyah. Dalam hal itu tentunya tidak sulit menjalankan amanah dalam melindungi rakyat. Tapi sayangnya pemimpin ala kapitalis akan tetap selalu memikirkan untung rugi dari pada keselamatan rakyatnya.
Dalam aturan Islam pun tidak mengenal yang namanya sekat atau pembatas seperti ikatan nasionalisme. Jika terjadi gempa bumi di wilayah muslim lainnya maka akan dengan mudah meluncurkan berbagai bantuan. Untuk itu kita seharusnya sadar bahwa ikatan nasionalisme dan juga sistem kapitalisme menjadi akar permasalahan kaum muslim saat ini. Sudah saatnya kita mematahkan pengaruh asing untuk dunia Islam. Saat ini yang kita butuhkan adalah persatuan negeri muslim. Maka secara otomatis hal ini akan menghapus sekat nasionalisme itu sendiri, dengan begitu umat Islam bener-bener menjadi satu tubuh yang utuh dan bisa saling menguatkan. Namun bersatunya kaum muslim tidak akan mungkin kecuali adanya intitusi yang menyatukan dan institusi itu adalah negara Khilafah. Sebagai kaum muslim pun harus sadar bahwa memahami Islam secara totalitas merupakan sebuah kewajiban. Agar kita bisa memahami akar dari setiap problematika yang terjadi, bahwa solusi satu-satunya yang mengatasi itu semua hanya bisa didapatkan dalam Islam. Sebab Islam bukan hanya agama spiritual semata melainkan sebuah agama yang mampu menjadi pedoman bagi kehidupan rakyatnya dalam segala lini kehidupan.
Sungguh hanya dalam sistem Khilafah yang dapat menyatukan negeri-negeri muslim dan mengalahkan dominasi asing. Jika kaum muslim menginginkan negara yang dapat menjadi pelayan yang baik, maka hanya ada dalam sistem khilafah.
Wallahualam Bishawwab.