Sahabat, kayaknya jadi salah satu tipe manusia yang paling dicari selain jodoh. Saya pribadi sangat-sangat iri dengan orang yang bisa sahabatan dari kecil dan tetap awet hingga kini.
Meski dalam perjalanannya, suatu hubungan nggak lepas dari konflik. Entah salah paham, prinsip yang tak lagi sama, jatuh cinta ke orang yang sama, atau konflik lainnya.
Ada yang akhirnya baikan dan masih sahabatan sampai sekarang. Ada yang akhirnya milih buat pisah dan menjalani hidup masing-masing.
Apapun keputusannya, tiap orang punya pertimbangannya sendiri.
Saya pribadi punya satu orang sahabat. Tapi dibanding menyebutnya sebagai sahabat, saya lebih suka menyebutnya sebagai teman cerita.
Mari kita sebut saja dia sebagai Rino.
Berzodiak Taurus, punya pandangan yang beda tapi nggak bikin berantem, cenderung santai dan bodo amat, dan yang terpenting, Rino adalah pendengar yang baik.
Jika biasanya disetiap obrolan, saya selalu jadi pendengar, bersama Rino justru saya yang lebih banyak bercerita. Hanya di Rino saya berani bercerita apa pun yang terlintas dipikiran, bertanya soal pertanyaan bodoh dan tidak berkelas, tapi tetap didengarkan sepenuh hati tanpa dikata-katain dan di judge ini itu.
Walau menurut Rino sendiri, segala saran dan jawabannya kebanyakan omong kosong. Namun, siapa sangka, justru kata-kata omong kosongnya itu sangat berarti untuk seorang Felicia Latinka. Saya bisa mengisi kekosongan pertemanan dan dengan bangga menyebutnya sebagai teman cerita.