fbpx

Transkrip Podcast Sepiring Narasi Rasa S2E3: Tokoh Detektif Hercule Poirot dan Romantismenya dengan Makanan

12 August, 2024

[Dengarkan episode ini di Spotify]

Halo, asalamualaikum! Kamu sedang mendengarkan podcast Sepiring Narasi Rasa, di mana narasi tulisan bertemu dengan cita rasa makanan.

Sepiring Narasi Rasa adalah podcast seputar buku dan kuliner yang diproduksi dan dipandu oleh saya, Diar, seorang penyuka buku dan penyuka makanan, yang sekaligus juga suka membaca buku sambil makan, ataupun makan sambil membaca buku.

Kamu bisa menemui saya via Instagram di @diarhafsari untuk mendapatkan update seputar podcast Sepiring Narasi Rasa. Kalau kamu juga suka buku dan kuliner, pastikan untuk follow atau subscribe podcast ini serta berikan review bintang positif, bila kamu berkenan, ya. Terima kasih!

Selamat datang di episode ke-3 untuk musim kedua podcast Sepiring Narasi Rasa!

Sebelumnya mohon maaf ya, atas jeda yang lumayan jauh antara episode ke-2 dan ke-3. Biasa lah, “ibu-ibu lyfe“.

Di episode ke-3 ini, yuk, kita ngobrol seputar tokoh detektif Belgia terkenal yang diciptakan oleh “Queen of Crime”, Agatha Christie.

Siapa lagi detektif yang dimaksud kalau bukan Detektif Hercule Poirot. Karena ini adalah podcast buku dan juga kuliner, tentu saja kita akan bahas hubungan atau romantisme antara tokoh detektif tersebut dengan makanan dan minuman.

Kalau pun ada yang belum pernah membaca novel-novel Agatha Christie yang bergenre “mystery and crime”, mungkin saja kamu sudah tahu tentang Hercule Poirot atau sudah pernah mendengar tentang sosok detektif yang ciri-ciri fisik dan kepribadiannya sangat khas itu, hingga membuatnya bisa dibilang “stand out” bersama sedikit tokoh detektif fiksi terkenal lainnya.

Hercule Poirot muncul dalam 33 novel dan lebih dari 50 cerita pendek yang ditulis oleh Agatha Christie antara tahun 1920 hingga 1975. Tentunya termasuk juga kemunculan awalnya di novel perdana Christie berjudul The Mysterious Affair at Styles (atau judul Indonesianya, Misteri di Styles).

Detektif yang terkenal dengan deskripsi bentuk kepala yang seperti telur ini dimunculkan pula dalam berbagai versi serial televisi dan film adaptasi.

Bagi saya pribadi maupun bagi banyak penikmat karya-karya Agatha Christie, bila dibaca dalam berbagai forum di internet, penggambaran Hercule Poirot yang sesuai deskripsi dalam kisah-kisahnya paling pas direpresentasikan oleh aktor Inggris, David Suchet. Hal ini bisa dibuktikan dari penampilan dan akting aktor tersebut dalam serial televisi adaptasi berjudul Poirot yang tayang sejak tahun 1989 sampai 2013.

Selalu dideskripsikan dalam cerita-cerita Agatha Christie, bahwa Hercule Poirot adalah pribadi dengan perut yang sensitif, dengan orientasi pada detail, dan dengan kecenderungan pada keteraturan yang tinggi. Tak heran apabila dirinya cenderung cerewet dan perfeksionis dalam hal makanan. Dan karenanya ia juga cenderung spesifik untuk urusan tersebut, misalnya roti panggangnya harus dipotong kecil-kecil berbentuk bujur sangkar yang simetris.

Seperti yang — dalam tanda kutip, nih — “disampaikan” oleh Hercule Poirot dalam “suratnya” kepada para penerbit Agatha Christie di Amerika Serikat pada tahun 1936. Dia bilang:

“Order and method are my gods. For my breakfast, I have only toast which is cut into neat little squares. The eggs — there must be two — they must be identical in size . . .”

Kebiasaan dan preferensi makan dari Detektif Poirot sempat dirangkum oleh para penggemarnya, seperti yang bisa dibaca secara lengkap di situs agathachristie.fandom.com.

Contohnya, bagaimana Poirot lebih memilih sarapan kontinental alias khas Eropa Barat (kecuali kepulauan Britania) di dalam novel Peril at End House (atau yang versi Indonesianya berjudul Hotel Majestic), maupun dalam novel Cards on the Table (Kartu-Kartu di Meja).

Contoh lain, bagaimana Poirot menyukai omelet sederhana namun yang disiapkan secara baik, seperti dalam novel Third Girl (Gadis Ketiga) ataupun dalam novel Death in the Clouds (Maut di Udara).

Atau bagaimana Poirot lebih memilih cream cake dibandingkan sandwich atau roti lapis sebagai pendamping minum teh, contohnya dalam novel Dead Man’s Folly (Kubur Berkubah).

Meski cerewet dalam hal pilihan makanan dan dalam cara makan, selera makan Poirot justru terbilang standar saja.

Dirinya digambarkan lebih menyukai makanan khas Eropa dibandingkan makanan eksotis dari benua lain. Karena berdarah Belgia yang memiliki kedekatan budaya dengan Perancis, Poirot menyukai makanan seperti croissant, omelet, dan keju lunak. Namun ia cenderung tidak terlalu menyukai makanan Inggris.

Menurut Usiekniewicz, seorang doktor dalam bidang sastra dan budaya Amerika dari Universitas Warsaw, makanan dalam cerita fiksi detektif klasik menunjukkan status sosial tokoh detektif tersebut, sekaligus juga menggambarkan khazanah budaya dari sang detektif.

Hal ini sejalan dengan pendapat Ferdinand Mount, penulis buku Full Circle: How the Classical World Came Back to Us, yang mengatakan bahwa betapa sering tokoh detektif dalam karya sastra digambarkan kecerdasan dan ketajamannya, salah satunya, melalui pengetahuannya seputar makanan dan minuman.

Berikut ini beberapa contoh kutipan yang menunjukkan jalinan hubungan antara detektif tersebut dengan kuliner.

Pertama, dari novel Dumb Witness (Saksi Bisu):

“Poirot always drank chocolate for breakfast — a revolting habit.”

Ada juga kutipan dari novel The Murder of Roger Ackroyd (Pembunuhan Atas Roger Ackroyd) yang dinarasikan oleh tokoh Dr. Sheppard:

“He himself was engaged in brewing hot chocolate. It was a favorite beverage of his, I discovered later.”

Selanjutnya, kutipan dari novel Mrs. McGinty’s Dead (Mrs. McGinty Sudah Mati):

“Not for him, either, the mid-morning coffee. No, chocolate and croissants for breakfast, Déjeuner at twelve-thirty if possible but certainly not later than one o’clock, and finally the climax: Le Diner!

These were the peak periods of Hercule Poirot’s day. Always a man who had taken his stomach seriously, he was reaping his reward in old age. Eating was now not only a physical pleasure, it was also an intellectual research.

For in between meals he spent quite a lot of time searching out and marking down possible sources of new and delicious food. La Vieille Grand’mere was the result of one of these quests and La Vieille Grand’mére had just received the seal of Hercule Poirot’s gastronomic approval.”

Terakhir, kutipan dari novel Hercule Poirot’s Christmas (Pembunuhan di Malam Natal):

“It means, in fact, the overeating! And with the overeating there comes the indigestion! Which leads to ‘irritability’ and therefore crime.”

Menarik ya, bagaimana ternyata elemen makanan, meski umumnya menjadi bagian dari plot cerita, turut berpengaruh bagi pembaca untuk mengetahui cara pandang dan cara kerja seorang tokoh detektif.

Terima kasih sudah mendengarkan dan menyimak podcast Sepiring Narasi Rasa episode ke-3 ini. Semoga bermanfaat, ya.

Sebagian judul novel karya Agatha Christie yang disebutkan di dalam episode ini bisa dipinjam di perpustakaan digital. Atau bila kamu ingin punya buku fisiknya, kamu bisa beli di toko buku online yang link-nya bisa kamu dapatkan di link yang ada di bio Instagram saya di @diarhafsari.

Sebagai catatan, link tersebut adalah link afiliasi, ya. Artinya, jika kamu membeli buku atau barang lain melalui link itu maka saya akan menerima sedikit komisi.

Bila kamu menyukai episode atau podcast ini, saya akan senang sekali kalau kamu bersedia follow atau subscribe podcast ini dan memberikan review bintang positif. Dan silakan juga share di media sosial kamu, ya.

Untuk tetap terkoneksi, kamu bisa kunjungi dan/atau follow Instagram saya, @diarhafsari.

Sekali lagi terima kasih, sampai jumpa di episode berikutnya, dan tetaplah membaca! Wasalamualaikum!

Link untuk membeli (sebagian) buku Agatha Christie yang disebutkan dalam episode ini:

The Mysterious Affair at Styles (Misteri di Styles)

Peril at End House (Hotel Majestic)

Cards on the Table (Kartu-Kartu di Meja)

Death in the Clouds (Maut di Udara)

Dead Man’s Folly (Kubur Berkubah)

Dumb Witness (Saksi Bisu)

The Murder of Roger Ackroyd (Pembunuhan Atas Roger Ackroyd)

Mrs. McGinty’s Dead (Mrs. McGinty Sudah Mati)

Hercule Poirot’s Christmas (Pembunuhan di Malam Natal)

Referensi:

“Joyeux Noël! Hercule’s Hot Chocolate (Agatha Christie’s Poirot)”

“Mystery Solved: Why Literature’s Greatest Detectives Are All Obsessed With Food” (Mackensie Griffin, situs Eater, 31 Agustus 2017)

“Poirot and his food”

“Poirot’s Breakfast: Toast with Homemade Strawberry Jam and Mustachioed Hard Boiled Eggs” (1 Oktober 2015)

[Dengarkan episode ini di Spotify]

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Diar Adhihafsari
Reading enthusiast • Freelance writer • Instagram: @diarhafsari

Halo, !

Categories

More than 3500 female bloggers registered

PT. PEREMPUAN DIGITAL INDONESIA
Cyber 2 Tower 11TH Floor JL HR Rasuna Said Jakarta Selatan

calendar-full
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram