Sejak mulai kenal dengan pemikiran Islam, saya mulai sedikit tau tentang Ibu Dinar, direktur The Center for Gender Studies (@thisisgender), yang sering vokal membahas isu-isu gender dan perempuan. Kebetulan pula, saya sudah lama ikut grup telegram @therealummi yang secara fokus membahas parenting dan keluarga, dengan tagline “Ikhtiar Menjadi Madrasah Peradaban Sejati”. Minggu lalu, komunitas The Real Ummi mengundang Ibu Dinar sebagai pemateri tentang perempuan. Apa hubungannya perempuan dan keluarga? Seperti yang sudah umum kita ketahui, perempuan menjadi tiang negara dan pemegang peran peradaban. Apalagi, perempuan dianugerahkan melahirkan anak, yang tentu menjadi pengasuh terdekat dan terintim bagi anaknya karena ia yang mengandung, melahirkan, dan menemani keseharian sang anak.
Seiring perkembangan zaman, tantangan yang hadir pun makin beragam dan bisa jadi membahayakan. Ibu Dinar mengangkat poin utama isu pemikiran sebagai tantangan perempuan (terutama muslimah) di era postmodern, bukan tanpa alasan penting. Kita mungkin kemarin-kemarin sempat mengikuti isu “childfree” yang viral dan menimbulkan pro-kontra. Akhirnya, isu “childfree” ini menjadi bias dan menggiring pemikiran muslimah untuk menerima banyak pendapat (yang tentu disertai dengan libatan emosi), tanpa mendengar ucapan ulama atau tanpa kembali melihat sumber kebenaran, yakni Al-Qur’an dan Hadits. Isu “childfree” yang dimaknai sebagai keputusan untuk tidak memiliki anak (padahal ia mampu) juga seolah-olah merangkul para orang tua yang tidak bisa memiliki anak. Padahal, sebenarnya, “childfree” (yang bisa punya anak tapi memutuskan untuk tidak punya anak) berbeda dengan “childless” (yang tidak bisa punya anak). Isu “childfree” ini sebenarnya sebagai salah satu gunung es yang sudah cukup lama dibangun secara sistematis oleh sekelompok manusia.
*selengkapnya di blog