Untukmu yang kembali hanya untuk mengungkit masalah yang sudah berhasil ku lupakan selama dua tahun lamanya. Kau masih sama, selalu menyimpulkan bahwa kaulah yang menjadi korban di antara hubungan tidak sehat ini.
Kau tidak sendiri, aku juga merasa menjadi korban atas ketidakcakapanmu dulu saat kita masih bersama. Saat ini bukan hal yang tepat untuk saling menyalahkan, jadi kubiarkan kau melakukaknnya secara sepihak.
Seperti yang sudah kulakukan padamu dulu, setidaknya aku sudah puas menganggap diriku sebagai korban meski tidak kau respon. Membaca pesanku pun kau enggan.
Sepanjang obrolan di sambungan telepon, kau selalu meyakinkan dirimu tidak sepenuhnya salah “padahal kesalahan gua cuman sedikit, tapi lu maki-maki gua sampe segitunya”. Ingin rasanya aku mematikan panggilanmu saat itu juga.