Mau nulis alasan beli e-reader kok ya cuma satu: pengen. Iya, bukan barang kebutuhan pokok memang. Sejak pandemi itu jadi punya banyak waktu lari ke sosmed. Nah di sosmed ini aku menemukan akun sesama pembaca buku. Mulai dar base, klub baca, booktuber, intinya mencari manusia sefrekuensi dalam hal membaca.
Jujur ya di lingkunganku dikit banget. Memang keluarga sama hobi baca, cuma genrenya beda. Dan kami nggak seterbuka itu membicarakan bacaan.
Aku rasa sih setelah beberapa kali berbagi tentang buku yang kubaca di instagram, ada teman sesama pembaca. Tapi nggak sering berbagi insight kayak aku. Bisa jadi memang bukan passion atau baca buku ya buat diri sendiri aja. Nggak merasa orang lain perlu melakukan hal yang sama.
Berbeda denganku yang emang pengen menciptakan lingkungan suka baca buku. Banyak manfaat yang didapat dari buku. Termasuk berpikiran terbuka dan kritis. Membagikan insight di medsos berperan sebagai brain dump juga sih. Aku selalu punya komentar opini tersendiri setelah membaca buku. Alhasil ya dituangkan ke platform yang ada.
Gawai khusus membaca buku elektronik nggak terlalu populer dibanding di Inggris, misalnya. Mengutip dari blognya mba Dewi Nur Aisyah, masyarakat disana sering terlihat membawai gawai ini saat dalam metro misalnya. Makanya saat aku share gawai ini ada pertanyaan,