Awalnya bertanya-tanya, seperti apa rasanya puasa saat musim panas? Sepanas apa rasanya musim panas di daerah selatan Amerika Serikat? Bagaimana rasanya berpuasa di atas 15 jam dalam suhu yang panas? Seperti apa rasanya puasa jauh dari keluarga dan tanpa sanak saudara? Yadda… yadda… yadda… masih banyak lagi pertanyaan di benak gue saat masih di Indonesia. But it was nothing like I’ve ever imagined. Ternyata itu adalah pengalaman terbaik dan berharga. So, this is the story how Ramadhan has changed me once and for all.
Itu adalah hari pertama Ramadhan di negeri orang yang ribuan mil jauhnya dari keluarga. Musim panas, pula, so I was feeling anticipated. Gue menjadi was-was dan berjaga-jaga karena tidak tahu akan seperti apa puasa di musim panas yang panjang?
Saat tiba di Amerika, gue menghadiri summer orientation terlebih dahulu di kampusnya mba Cinta Laura di New York. Saat itu, hari mulai petang pada sekitar pukul delapan malam. Baiklah, jadi seperti itu ya gambaran lamanya berpuasa, pikir gue. I got it! But then, saat tiba menjalani hari pertama di daerah gue ditempatkan, which is daerah selatan, petang baru mulai tiba pukul 20:30 – an. Bruh, that’s kinda long.