Suatu sore sepulang dari ngabuburit, aku dan adikku berhenti di perempatan. Lampu merah sedang menyala. Sebenarnya lampunya masih kuning. Ada dua makna lampu kuning. Bagi sebagian pengendara, kuning adalah buru-buru, sebuah peringatan untuk segera bablas sebelum lampu merah menyala. Bagi teori peraturan lalu lintas, kuning adalah hati-hati, sebentar lagi lampu merah, makanya tidak usah ngebut-ngebut biar tidak kaget saat tiba-tiba lampu merah menyala. Aku yakin makna yang kedua ini sudah diajarkan kepada kita sejak di bangku sekolah dasar. Artinya, semua orang paham dengan makna tersebut. Akan tetapi, sepertinya ‘sebuah teori tidak semuanya untuk diikuti’ diterapkan juga untuk rambu-rambu lalu lintas. Oleh karena itu sebagian dari mereka memilih untuk mengikuti makna yang pertama, yang lebih diterima jiwa grasa-grusu mereka.
Hal itu ternyata juga terjadi pada diriku.
“Eh, wis bablas wae! Eh, sudah bablas saja!” seruku sambil menepuk punggung adikku saat ia mulai memelankan laju motornya dan akhirnya berhenti.
Selengkapnya bisa dibaca di blog saya 🙂